baikan
Selepas memberi Calvin handuk dan baju ganti, Dion benar-benar mengabaikan keberadaan lelaki itu, ia tetap fokus pada drama yang sedang ditontonnya sambil memakan gultik yang dibawa Calvin tadi. Mengabaikan Calvin yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk tersampir di leher dan tetes-tetes air dari rambut basahnya.
Yang lebih tua duduk di belakang yang lebih muda, melingkarkan tangan di pinggang si manis yang terlihat tidak keberatan dengan aksinya.
“Kamu lama ya nungguin aku?” Tanya Calvin dengan menempelkan dagunya di kepala Dion.
“Maafin aku.” Lanjutnya, lalu mencium rambut Dion berkali-kali. Dion masih nggak perduli dan asik aja ngunyah makan malamnya yang telat.
“Ih, sakit kepala gue.” Dion menggeser kepalanya yang tertindih dagu.
“Maaf.” Calvin menjauhkan kepalanya sedikit supaya tidak menganggu Dion.
“Hm”
Calvin mengelus pipi Dion, “dimaafin atau nggak?”
“Iya gue maafin, udah ah lepasin.
Lain kali kalo lu lagi sibuk dan gak bisa jemput ya bilang, gue juga bisa pulang sendiri. Gue marah bukan karena nggak lu jemput tapi karena lu nggak ngasih kabar apapun sampe bikin gue nebak-nebak dan bingung sendiri.”
“Iya Ta, aku tau aku salah dan kedepannya aku bakal selalu ngabarin kamu biar kamu nggak bingung.”
Lalu keduanya fokus menonton tv. Dion saja sebenarnya, kalau Calvin sih niat awalnya kesini kan untuk minta maaf dan kangen-kangenan, bukan untuk menonton tv, jadi mau ada jaksa yang lagi kejar-kejaran sama megalodon juga tidak akan terlihat di matanya. Fokusnya dari tadi hanya pada bibir Dion yang sibuk mengunyah nasi.
“Enak banget ya, sampe aku nggak ditawarin” iseng Calvin.
Dion mendongakkan kepalanya ke atas, ke arah Calvin. “Mau?“lalu menyodorkan sesendok nasi dari piringnya.
“Nggak yang, tadi aku cuma becanda. Kamu aja yang makan biar makin berisi.” Calvin menepuk-nepuk perut Dion gemas.
“Serius, mau nggak?”
“Nggak, sayang. Tadi kan aku udah makan.”
Dion meletakkan piringnya agak jauh, lalu mengambil minum
“Loh udahan makannya?”
“Belum, minum dulu” lalu lanjut lagi menyendok nasi bercampur gulai yang tinggal setengah di piringnya.
Yaaaaaah. Lama. Batin Calvin gregetan.
“Udah?” Tanya Calvin lagi begitu Dion menyenderkan badan padanya.
“Kenapa sih dari tadi nanya itu mulu”
“Nggak apa-apa. Udah kan tapi?”
“Ya udah lah, orang abis juga, tinggal piringnya aja nih, ya kali gue makan dikata kuda lumping apa ya gue.”
Calvin tersenyum, lalu menarik pinggang ramping pacarnya supaya duduk di pangkuannya.
Dion melihat Calvin yang juga sedang melihat dirinya dari samping.
“Apasih?” tanya Dion, menaikan alis.
“Apanya?”
“Muka lu jelek banget”
“Buset yang.”
“He'em, muka lu jelek, mesum juga tau” Dion mendusel di leher Calvin. Buat yang dikatain jadi tertawa mendengarnya.
“Mesum. Tapi diduselin. Apa tuh namanya?” Tanyanya sembari mengambil tangan Dion untuk dicium.
“Apa?”
“Mancing”
“Mancing mania?”
“Mantap”
Lalu keduanya tertawa terbahak-bahak.
“Ssst dah malem, jangan kenceng-kenceng nggak enak sama tetangga sebelah kamar kamu” Calvin menaruh satu jari di depan bibir Dion. Tapi jarinya malah digigit oleh si manis.
“Kok digigit” protes Calvin.
“Ya elu ngasihin”
“Jangan gigit yang ini”
Belum sempat Dion bertanya 'terus gigit yang mana?', jarinya langsung diganti oleh Calvin dengan bibirnya sendiri. Berujung kedua sejoli itu ciuman dengan dilihat para jaksa di tv.
Ini bukan kali pertama mereka berciuman tapi ciuman kali ini rasanya berbeda, Calvin mencium nya dengan sangat lembut,mengungkapkan bagaimana ia sangat sayang, cinta dan penuh damba pada lelaki yang sedang ia paut bibirnya, dan rasa itu sampai pada Dion, ia bisa merasakan semua itu. Dion mengganti posisinya supaya berhadapan dengan Calvin dalam pangkuan, membuat tautan bibir mereka semakin dalam. Calvin mengelus-ngelus pinggang ramping Dion, sesekali tangan dinginnya masuk ke dalam baju, mengelus pinggang sampai ke punggung pacarnya pelan, membuat Dion merinding sebadan-badan merasakan sensasinya. Ciuman mereka berlangsung lumayan lama sampai Dion mulai merasa kehabisan nafas.
“Rasa gultik” kata Calvin waktu ciuman mereka terlepas.
“Ih!” Dion menabok pundak Calvin dengan kencang. Lalu menyembunyikan wajah di leher yang lebih tua. Malu.
“Hahaha becanda. Enak kok.” ucap Calvin, mengusap-ngusap punggung Dion.
“Diem gak lu.” Salah banget Calvin ngomong kayak gitu, yang ada Dion malah semakin malu.
“Hey, kok ngumpet gini sih.” Calvin mencoba menarik tangan Dioln untuk duduk tegak, tapi anaknya masih betah menyembunyikan wajah.
“Tata...”
“Hmm”
“Liat sini.”
“Nggak mau.”
“Bentar aja.”
“Mau ngapain?” Dion akhirnya duduk menghadap Calvin.
“Cium lagi.”
Puk! Mulut Calvin dipukul sama Dion.
“Sakit, yang.”
“Lah, maaf kekencengan.”
Setelah itu bibirnya Calvin di elus-elus, berakhir dengan saling beradu tatap dan lanjut berciuman lagi.
“Bengkak dah bibirnya.” Calvin senyum-senyum mengelus bibir Dion yang kemerahan.
“Masa?”
“He'em”
Dio memanyunkan bibirnya, gelendotan di leher sembari ngerebahin kepalanya di pundak sang pacar. Sedangkan Calvin asik menciumi rambut Dion yang wanginya sangat menyegarkan.
“Aturan mah gue masih males liat muka lu, tapi yaudah lah cape ngambek lama-lama, ujung-ujungnya entar kangen juga.” kata Dion terus ngumpetin mukanya lagi di leher Calvin, menciumi aroma maskulin dari badan cowoknya.
Calvin sudah menahan senyumnya dari tadi. Baru kali ini dia nemuin Dion manja plus nggak gengsian kayak sekarang.
Memang tidak bisa dipungkiri waktu yang mereka habiskan bersama cukup sedikit apalagi akhir-akhir ini keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing padahal mereka baru saja resmi berpacaran. Otomatis rasa kangennya jadi numpuk. Belum lagi Calvin harus berurusan dengan keluarganya. Bikin kepalanya makin puyeng aja.
“Yang, aku pulang ya. Udah malem”
Dion mengecek jam di dinding kamar, hampir jam 11. Lalu kembali gelendotan lagi sama Calvin.
“Nanti aja sih” rengeknya manja.
“Nggak enak sama tetangga kalo kemaleman”
“Ga apa-apaa, tetangga gue mah pengertian”
Calvin mana nolak rejeki nomplok seperti ini.
“Tadi kamu kemana sih? Sampe nggak bisa di hubungin?”
“Makan malem sama Oma.”
Dion menganggukkan kepalanya. Mengerti.
“Hari ini capek banget ya yang?”
“Bangettttttttt.”
Obrolan mereka berlanjut, membahas apa saja yang mereka lalui hari ini. Dion menceritakan semuanya tanpa terkecuali, sedangkan Calvin banyak yang ia tutupi terutama tentang pertemuan keluarganya tadi. Dion sudah sebagian besar menceritakan semua tentang dirinya mulai dari keluarga, mantan dan teman-temannya karena menurut Dion keterbukaan dalam suatu hubungan itu sangat penting tapi Calvin masih enggan untuk terbuka pada Dion.