D-DAY

Sekarang pukul 06.30 pagi, Diyo, Bayu dan Sagara sudah bersiap menuju kampus karena mereka akan berkumpul disana sebelum pergi bersama.

“Lu berdua kenapa duduk di belakang semua? Lu kira gue supir lu pada apa?” Kesal Diyo pada dua makhluk yang masih bermuka bantal dan tentu saja tidak mendengarkan apa yang dia ucapkan barusan.

“Yang ngajak gue ikut siapa?”

“Gue.”

“Ini mobil siapa?”

“Gue.”

“Jadi yang harus nyetir siapa?”

“Gue.”

“Sagara bangsat!!!!!”

Kalau so'al bersilat lidah Sagara memang jagonya, sampai kapanpun sepertinya Diyo tidak akan pernah menang dari sang adik.

“Kalo lu capek ntar gantian gue yang nyetir.” Ucap Bayu, yang akhirnya menengahi perdebatan tidak penting diantara dua kakak beradik yang terlihat masih tidak ada yang mau mengalah.

Karena tidak mau berdebat lagi, akhirnya Diyo mengiyakan dan segera mengemudikan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah.

Chandra tiba di kampus pukul 06.50 dengan Mahesa, kemarin malam lelaki itu menghubunginya, mengatakan ingin pergi bersama dan langsung di iyakan oleh Chandra.

Mahesa memasukan barang-barang miliknya dan Chandra kedalam bagasi mobil Juna yang disana juga ada Ray. Khalil dan Catur melakukan hal yang sama juga.

Diyo sampai di kampus pukul 07.00 tepat. Sebelum berangkat mereka semua berkumpul.

“Lohhhh abang greb langganan lu ternyata kuliah di kampus ini juga?”

Pertanyaan dari Sagara sontak membuat semua kepala yang ada disana kebingungan kecuali Diyo yang sudah tahu 'abang greb' yang dimaksud oleh Sagara itu siapa.

“Oh iya ini adek gue, namanya Sagara. Aga kasih salam ke temen-temen gue.” Yang di jawab oleh kebisuan, Sagara memang seperti itu, agak susah untuk berbaur dengan orang baru dan malah sibuk memperhatikan Chandra dari atas ke bawah.

“Adek lu cakep banget, Yo.” Ucap Juna.

“Eh tapi yang di maksud abang greb siapa? Emang disini ada yang ngegreb?” Tanya Khalil.

“Itu.” Tunjuk Sagara pada Chandra, dan terdengarlah suara tawa canggung dari Diyo yang berusaha mengalihkan bahasan yang sedang mereka bicarakan.

“Udah jam 7 lebih nih, Chan ayo pimpin biar bisa langsung berangkat.” Yang untungnya langsung di iyakan oleh Chandra.

“Guys. Perjalanan yang akan kita tempuh jaraknya lumayan, jadi gue minta sama kalian handphone nya jangan di silent. Kalau capek minggir aja dulu atau gantian sama yang lain dan kalau ada apa-apa langsung chat aja ke grup biar yang lain tahu.”

Semuanya mengangguk paham.

“Oke kalau gitu berdo'a sesuai kepercayaan masing-masing, berdo'a dimulai.”

Selesai berdo'a mereka semua bersiap untuk berangkat. Diyo langsung duduk di kursi kemudi nya, disusul Sagara yang sekarang duduk disampingnya dan Bayu di kursi belakang.

“Ada apa?” Tanya Diyo pada lelaki yang baru saja mengetuk pintu mobilnya.

“Nyetirnya hati-hati, jangan ngebut. Kalo capek minta Bayu buat gantian.” Ucap Chandra lembut dan diakhiri dengan sebuah usapan di puncak kepala Diyo sebelum lelaki itu menaiki sepeda motornya.

“Jadi abang greb itu ketua organisasi yang lu ikutin? Dan sebenernya dia bukan abang greb?” Tanya Sagara entah untuk yang keberapa kalinya, Diyo sudah malas menjawab.

“Ya kan tadi kakak lu udah bilang Ga, kalo Chandra bukan abang greb dan kebetulan doang nganterin kakak lu sampe dua kali.”

“Tapi lu liat nggak tadi, caranya natap kakak gue tuh beda dan kayak perhatian banget.”

“Chandra emang baik ke semua orang kok.”

“Dan sekarang lu liat dia ngintilin kita mulu.”

Diyo juga menyadari kalau Chandra selalu ada dibelakang mobilnya semenjak mereka pergi, bahkan saat di lampu merah Bayu menyuruh Chandra untuk duluan saja tapi lelaki itu tidak menurutinya.

“Bisa mampir ke pom bensin atau Alfa, indo gitu nggak? Gue kebelet pipis.”

“Gue bilang juga apa, lu jangan kebanyakan minum beser kan jadinya.” Kesal Diyo entah untuk yang keberapa kalinya di pagi ini.

Saat ingin pergi meninggalkan area parkir Alfamart, Diyo tidak sengaja menabrak salah satu mobil yang ada disana dan membuat sedikit keributan. Untungnya Chandra ada disana dan bisa menyelesaikan masalah dengan cepat dan lelaki itu memaksa untuk menyetir menggantikan Diyo, sedangkan motornya sendiri di kemudikan oleh Mahesa.

Chandra membuka satu botol air mineral dan memberikannya pada Diyo yang terlihat sedikit shock.

“Minum dulu.”

“Thanks.” Ucap Diyo, lalu meneguk minumannya. Setelah itu barulah Chandra menjalankan mobil dan mengikuti yang lain.

“Yu, lu ngasih kabar ke grup kan?”

“Udah kok Chan.”

“Oh oke.”

“Bang lu suka Nezuko?” Tanya Sagara out of nowhere membuat Chandra menaikkan salah satu alisnya.

“Gue liat ganci yang ada di tas lu, hehe.” Sambung Sagara.

“Ah... Iya gue emang suka Nezuko, ngoleksi action figure sih tepatnya.”

“Nezuko yang dibawah selimut kayak sushi itu lu udah punya bang?” Tanya Sagara lebih antusias dari sebelumnya. Sementara Bayu dan Diyo hanya diam.

“Yang mini itu kan? Ada.”

“Yang duduk nyilang pahanya keliatan itu ada nggak bang?”

“Ada, Groot yang ada bom nya juga ada.”

Sagara menganga dengan kedua mata terbuka lebar-lebar, dia kaget dengan apa yang di dengarnya barusan.

“Bang, Groot yang itu kan limited edition cuma di produksi sebanyak tiga ribu pieces doang.”

“Anggep aja gue beruntung karena pas gue beli di toko itu cuma tinggal satu-satunya.”

“Dapet nomor berapa bang?”

“612.”

“Dih nomernya jelek.” Chandra tertawa.

Perjalanan menuju Anyer tidak terasa karena dipenuhi oleh obrolan Sagara dan Chandra tentang berbagai macam action figure yang sesekali Bayu juga ikut menimpali sementara Diyo sibuk dengan pikirannya tentang sikap Chandra, bagaimana kalau Chandra ternyata benar-benar menyukainya?

Begitu mereka sampai teman-teman lain yang sudah sampai lebih dulu menunggu mereka dan menanyakan apakah semuanya baik-baik saja atau tidak.

“Semuanya baik-baik aja kok, cuma agak penyok aja bagian belakang.” Jawab Diyo santai.

Sementara Chandra sudah turun terlebih dahulu dan menurunkan barang-barang mereka dari bagasi ke dalam cottage yang di tunjukkan Juna.