FIRST DATE AS PACAR
Chandra menjemput Diyo di depan Rumah Sakit seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, muka cemberut sang pacar membuat Chandra gemas, Diyo masih memikirkan masalah kemarin dan giginya yang sedikit ngilu setelah melakukan perawatan membuat bibir pemuda itu manyun beberapa senti.
Diyo baru saja duduk di kursi penumpang yang berada di sebelah Chandra, tapi ia langsung di kagetkan oleh serangan tiba-tiba dari Chandra. Sebuah kecupan ringan didapatnya, Chandra hanya menempelkan bibirnya pada bibir Diyo untuk beberapa detik, lalu kembali duduk di kursi kemudi seperti semula.
“Apasih cium-cium.”
“Manyun mulu sih.”
“Kita mau kemana?”
Chandra adalah pria perencana, ia tak akan mengajak Diyo jalan begitu saja tanpa rencana yang sudah ia pikirkan dan ia susun secara seksama. “Ke Oscar dulu mau nggak? Lagi pengen makan pasta so'alnya.”
“Oscar yang di Thamrin.”
“Iya yang disitu, pasta disana enak banget so'alnya homemade”
Diyo berpikir sejenak sebelum mengiyakan.
“Oke, aku juga kangen Panna cotta vanilla sama tiramisu nya.”
“Itu emang enak banget sih.”
“Udah reservasi kan?”
“Udah dong, mana bisa lunch begini kesana tanpa reservasi.”
“Hahahaha bener, hal yang nggak mungkin banget.”
Perjalanan menuju tempat makan yang mereka tuju lumayan memakan waktu lama, ditambah macet yang membuatnya semakin lama. Untungnya sebelum menjemput Diyo tadi Chandra lebih dulu bertemu Sagara untuk memberikan Action Figure spiderman yang sudah disepakati oleh mereka, ia juga mendapatkan playlist lagu-lagu yang sedang sering Diyo dengarkan saat ini.
Selama perjalanan Diyo tak jarang ikut menyanyikan beberapa penggalangan lirik atau hanya bergumam, Chandra pun sama. Keduanya sama-sama larut dalam karaoke dalam mobil dadakan yang tercipta begitu saja. Mobil yang Chandra Kendarai mulai masuk ke area parkir, berjalan beriringan meninggalkan area parkir lalu masuk ke dalam gedung, menuju ke lantai 46.
Begitu datang mereka menuju ke resepsionis, menanyakan letak di mana meja atas pesanan 'Chandra Shangkara' dan tak lama datang seorang waiters yang membawa mereka ke sebuah meja dengan dua kursi yang terletak dekat jendela. Menyajikan pemandangan yang cukup memanjakan mata.
Waiters itu pergi meninggalkan mereka berdua setelah Chandra selesai memesan beberapa makanan.
“Udah sering kesini yang?”
Diyo mengangguk, “lumayan sering sih, Bayu suka banget slow cooked salmon sini so'alnya.”
Chandra tersenyum tipis, ia sudah berjanji tidak aka mengusik persahabatan mereka lagi, tidak akan cemburu karena Bayu jauh lebih dekat, lebih banyak tahu tentang Diyo daripada dirinya dan sering jalan berdua dulunya.
Chandra tidak memesan makanan pembuka karena Diyo bilang langsung ke menu utama dan dessert saja. Keduanya mengobrol hingga pesanan mereka datang, Diyo terlihat lebih cerah dari sebelumnya karena menghirup aroma pasta yang ada di depannya.
“Seneng yang? Tadi aja manyun-manyun.”
“Depan makanan enak nggak boleh manyun.”
Seperti biasa Chandra lebih dulu habis dari pada Diyo.
“Andra, perut kamu masih ada ruang kosong nggak?”
“Kenapa? Kenyang? Abisin deh yang, porsinya dikit kok.”
Diyo menggelengkan kepakanya, “beneran kenyang, udah nggak muat lagi ini perut.”
“Berarti ntar Panna Cotta nya buat aku semua ya.”
“Kalau buat Panna Cotta masih ada ruang.”
Karena Chandra yang pada dasarnya memang sangat menyukai cita rasa pasta yang ada di sini dan masih ada ruang yang cukup juga di perutnya, Chandra mengambil piring Diyo lalu memakan pastanya dengan cepat, membuat Diyo semakin terlihat cerah dan sumringah.
“Abis ini kita mau kemana?”
“Punclut.”
“Bandung?”
Andra mengangguksn kepalanya, “Punclut bagus banget kalo malem.”
“Jakarta-Bandung perjalanannya lumayan kali Andra.”
“Gapapa, biar bisa lama-lama sama kamu.”
Dalam perjalanan menuju Bandung, Andra banyak bercerita tentang masa lalunya saat tinggal di sana, ia membawa Doyo ke sana karena ucapan teman-temannya yang mengatakan kalau Punclut sangat indah saat malam hari. Pemandangan indah gemerlap lampu di cekungan Kota Bandung dapat dinikmati dengan jelas dari Punclut, menghadirkan suasana romantis bagi yang berkunjung ke sana bersama pasangan.
Chandra termasuk kedalam tipe orang-orang yang tidak akan membuka ponselnya saat menghabiskan waktu dengan pasangan, dia hanya akan membuka ponselnya kalau ada bunyi notifikasi pesan atau telfon saja, tapi tidak dengan sosial media. Dia tidak akan membuka sosial media manapun saat sedang bersama dengan Diyo, hingga ia tidak tahu dengan apa saja yang sudah pacarnya tulis di akun sosial media.
Mereka sudah sampai di Punclut. Yang menjadi daya tarik objek wisata bandung utara ini adalah kita dapat melihat langsung bentuk geografis dari kota berjuluk Paris Van Java dari ketinggian yang berbentuk cekungan.
Saat ini Andra dan Iyo tepat berada di titik ini, mereka seperti berdiri di tepian mangkuk raksasa yang maha besar, dimana mereka bisa melihat eksotisme pemandangan kota Bandung beserta dengan pegunungan yang mengitari kota kembang.
Melihat ke arah selatan, Diyo bisa menikmati bentangan Gunung Malabar, Gunung Patuha yang merupakan lokasi Kawah putih berada serta Waringin.
“Jika cuaca sedang cerah, bahkan kita bisa ngeliat dengan jelas landmark Kota Bandung yang baru yaitu Jembatan Layang Surapati dan juga Menara Kembar Masjid Raya Jabar di Alun-alun Kota Bandung, yang.”
“Aku nggak tau kalau ada pemandangan seindah ini di Bandung.”
Chandra tersenyum bahagia, ia bahagia melihat kesayangannya juga bahagia.
“Mau sambil jalan-jalan dulu nggak? Sambil jajan.”
“Boleh.”
Tanpa memperdulikan sekeliling, Chandra menggenggam tangan Diyo, membawa lelaki itu menyusuri pedagang kaki lima yang berjejer di samping kanan dan kiri bahu jalan.
Diyo membeli berbagai jajanan dan pernak-pernik yang di rekomendasikan oleh Chandra. Mereka berdua juga membeli gelang coupla berwarna hitam—kekanakan. Memang.
Saat mereka kembali ke tempat semula, hari semakin malam dan cuaca semakin dingin. Diyo yang hanya mengenakan kaos dan kemeja kotak-kotak jelas saja merasa kedinginan. Chandra yang menyadari hal tersebut langsung memeluknya dari belakang, membuat yang lebih muda sedikit berontak karena saat ini mereka sedang berada di tempat umum.
“Andra lepas.”
Andra justru semakin mengeratkan pelukannya, mengistirahatkan dagunya di bahu Diyo, “biar nggak dingin yang, lagian yang lain juga sibuk pacaran masing-masing, nggak bakal merhatiin kita.”
“Makasih Andra.”
“Kamu seneng?”
Diyo mengangguk antusias, “banget.”
“Makasih ya yang.”
“Aku dong yang harusnya yang bilang makasih. Thank you Andra, you make my life just overall so much happier.”
“Cium dong kalo gitu.”
Diyo menengok ke kanan, kiri dulu sebelum menempelkan bibirnya pada bibirnya Chandra.
Cup
Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir Chandra.
“Apaan lewat doang, nggak berasa.”
Cup
Diyo kembali mempertemukan bibirnya dengan bibir Chandra, saat ia ingin menjauh Chandra menahan tengkuknya, menciumnya dengan lembut dan intens sebagai penutup kencan pertama mereka hari ini.