just be there

Pria yang masih berpakaian rapih itu sedang menunggu pesanan di salah satu outlet Subway yang berada di salah satu Mall terbesar di ibu kota. Sementara Dion sedang duduk manis sembari menggeser-menggeser layar ponselnya, ia terkekeh begitu membaca tweet anak pemilik kost tempat tinggalnya yang sedang misuh-misuh. Meng-quote tweet tersebut dengan beberapa huruf karena ia juga merasakan hal yang sama tak lama ia tersenyum kembali karena ternyata Mas Januar justru semakin murka dengan QRT ghaib darinya.

Dion tidak tahu kalau sumber misuh-misuh Januar adalah dirinya.


Begitu sampai di pusat perbelanjaan, kakinya langsung melangkah melewati beberapa outlet makanan dan minuman yang semerbak wanginya memanjakan indra penciumannya dengan Calvin yang aktif mengikutinya di belakang.

“Kamu mau makan apa? Sukiya mau?” tanya nya saat mereka melewati outlet makanan Jepang dengan dominasi warna merah dan kuning menyala. Dion berhenti untuk melihat sejenak sebelum kembali melanjutkan langkahnya mencari outlet makanan yang sedang ingin dia makan saat ini. Ia pernah makan beberapa kali, rasanya enak, harganya juga ya lumayan, tapi bukan itu yang sedang ingin ia makan saat ini.

“Nggak.”

Calvin mengangguk, lanjut mengikuti langkah Dion yang sudah sedikit lebih jauh berjalan di depannya.

Dion berbelok ke arah kiri, masuk ke Starbucks untuk mendapatkan kopi pagi harinya yang terlewat hari ini. Ia ingin memesan Green latte with cheese cream yang jelas-jelas tertulis ada di menu, tapi mereka bilang minuman yang ia inginkan itu sold out dan mau tidak mau dia memesan gree tea latte seperti yang biasa ia pesan. Kekesalan Dion semakin menumpuk, kenapa untuk mendapatkan minuman yang dimau saja dia tidak bisa mendapatkannya? Dalam keadaan yang tidak normal seperti ini emosi nya memang lebih gampang tersentuh, bahkan oleh hal-hal kecil seperti ini.

Melihat Dion yang semakin murung membuat Calvin semakin ingin menghiburnya, tapi ia juga bingung harus bagaimana dan melakukan apa supaya senyum berbentuk hati itu bisa terbit lagi di wajah manis Dion. Akhirnya dia hanya mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada Januar, sekretaris pribadinya.

Dengan minuman berwarna hijau di tangannya, Dion kembali melanjutkan langkahnya menuju gedung B untuk mencari outlet makanan yang diinginkan. Pada dasarnya mood nya memang sedang buruk jadi pintu yang hanya berdiri disana tidak melakukan apa-apa pun menjadi korban amarahnya.

“Mall gede dan mewah gini pintunya masih pake yang di dorong manual gini. Ngerepotin orang aja.”

Calvin sempat menganga tak percaya dengan perkataan Dion. Padahal yang mendorong pintunya juga Calvin, Dion hanya memberikan kontribusi dengan satu jarinya untuk mendorong pintu berbahan kaca lebar tersebut. Tak mau ambil pusing ia kembali mengambil ponsel pintarnya dan meminta Januar untuk mengganti pintu tersebut dengan yang otomatis supaya tidak merepotkan.

Ternyata di gedung B juga tidak ada. Akhirnya mereka lanjut berjalan menuju gedung C melewati replika Dinosaurus yang sedang menggerak-gerakan ekornya dengan suara menyeramkan yang membuat Dion kaget sejenak.

“Ini faedah naro nih makhluk segede ini dengan suara menggelegar yang nyeremin tuh apa faedahnya sih?!”

Lagi. Dinosaurus yang tidak berbuat salah pun tetap salah di mata Dion, dan lagi, Calvin menganggu Januar untuk menghilangkan suara Dinosaurus tanpa peduli kalau lelaki itu sedang banyak pekerjaan.


Calvin duduk di hadapannya dengan dua roti dengan isian penuh dan dua gelas minuman.

“Pake roti apa?”

“Italian bread” jawab Calvin bingung, karena ini pertama kalinya ia memesan makanan seperti ini, kalau kata Oma nya sih makanan sampah.

“Isiannya?”

“Chicken teriyaki”

Dion mengangguk. Membuka kertas pembungkusnya lebih dulu sebelum memasukkan ke dalam mulut dengan satu gigitan penuh. Rasanya sangat susah untuk ia telan, sepertinya Calvin mencampur semua jenis salad yang ada, ia juga merasakan Chili sauce yang rasanya justru dominan ke wasabi di mulutnya. Timunnya juga terasa pahit, sepahit harinya hari ini. Ingin ia memarahi Calvin tapi ia urungkan, lelaki itu rela menemaninya tanpa banyak bertanya kenapa setelah tau dia tidak ingin menceritakan apa yang dialaminya. Calvin diam saja, hanya menemaninya dan terus berada di sisinya. Rasanya Dion tidak sejahat itu untuk berbuat kurang ajar pada orang baik yang berusaha membantunya. Lagian ini juga salahnya sewaktu Calvin tanya mau pesan apa dia malah menjawab 'terserah.'

“Lu baru kali ini makan atau pesen di Subway ya?”

Calvin mengangguk, tidak bisa menjawab karena mulutnya penuh dengan makanan yang rasanya jauh lebih dari kata enak bagi mulutnya. Oma nya ternyata benar.

“Nih gue kasih tips, kalo lu mau yang simple cheap but good, lu bisa order sweet honey chicken. Rotinya pake honey oat, isiannya chicken slice, tanpa cucumber, extra olive and pickles, terus sausnya pake honey mustard sama sweet onion.”

Calvin mengangguk dan mencatat baik-baik tips yang diberikan Dion di dalam memorinya. Dion kembali melanjutkan tipsnya setelah meneguk pepsi dari gelasnya.

“Atau nih ya kalo lu lagi pengen yang protein blast, lu bisa pesen parmesan oregano, teriyaki chicken double portion double cheese, extra onion and olives, sausnya onion and chipotle. Rasanya nggak akan kaya gini.”

Lelaki yang lebih tinggi menggaruk tengkuknya, menyebabkan sudut bibir Dion sedikit terangkat karenanya.

“Abis ini nonton mau nggak?”

“Lu emang ada film yang mau di tonton?”

“Nggak ada sih, cuma kalo hari Senin dan jam kerja gini kan enak satu cinema bisa kita berdua doang.”

“Ih anjir berasa orang kaya yang ngebooking satu cinema ya, hahaha. Kuy lah nonton.”

Padahal bukan itu yang maksud Calvin. Yang di maksud Calvin benar-benar pure supaya berduaan doang, mau Dion nanti nangis, ketawa, misuh di dalam sana juga bebas. Kalau masalah menyewa satu cinema saja bukan hal susah bagi seorang Calvin Mahendra, tidak usah menunggu weekdays dan jam kerja untuk bisa menikmati satu cinema berdua.

Belum ada setengah jam dari diputarnya film pada layar lebar di depan mereka, Calvin sudah tidak mendengar lagi suara kunyahan popcorn dari Dion yang duduk di sebelahnya. Dugaannya ternyata benar, lelaki itu tertidur dengan popcorn yang masih berada di mulutnya. Bukan salah Dion kalau dia ketiduran, sebelum nonton dia sudah kenyang, ruangan gelap dan ber-AC sangat mengundang kantuknya untuk datang. Pada akhirnya film yang ada di depan sana tidak ada yang menonton karena satu-satunya pasang mata yang berada dalam cinema justru sibuk menangkap bayangan Ardion yang sedang tertidur lelap. Sesekali Calvin tersenyum saat mendapati Dion yang mengunyah popcorn yang tertinggal di dalam mulutnya dengan mata terpejam.

“Bisa-bisanya ya kamu tidur sambil makan.”

Senyumnya semakin lebar dengan ibu jari yang sibuk membersihkan beberapa garam halus yang menempel pada sudut bibir lelaki yang lucu dan menggemaskan bernama Ardion Dirgantara.