NGOPI

Sebenarnya Dion tahu banyak Cafe atau tempat ngopi yang hits dengan interior menarik dan suasana cozy di sekitaran Jakarta, karena Bima sering mengajaknya pergi kesana. Tapi untuk saat ini ia tidak ingin membawa partner ngopinya ke tempat yang terlalu cozy karena nanti akan membuatnya nyaman dan memakan waktu lama. Tujuannya kali ini hanya mengajak Calvin ngopi, ngobrol bentar, pulang terus dia bakal ngeblock nomornya.

Alhasil dia memberitahukan Calvin untuk bertemu di Starbucks yang ada di lantai 1 tempat kerjanya. Dion harap Calvin berdandan normal seperti waktu itu dan semoga tidak ada rekan kerja yang memergokinya sedang berduaan dengan Calvin karena menjadi bahan gosip di tempat kerja adalah hal yang menyebalkan.

Disinilah mereka sekarang, di Starbucks dengan dua cup ice Americano dan satu slice cake di hadapan mereka yang Dion belikan untuk Calvin karena rasanya kurang sopan kalau hanya membelikan kopi saja.

Calvin meminum kopinya terlebih dulu, sebelum bertanya kenapa Dion hanya membeli cake untuknya.

“Cake nya kenapa cuma beli satu?”

“Kurang? Gue bisa orderin lagi”

“Maksud perkataan saya bukan itu, tapi kenapa kamu nggak beli buat kamu sendiri juga.”

“Nggak suka cake.”

“Kenapa?”

“Manis dan teksturnya lembek-lembek aneh, pokoknya nggak suka aja.”

Calvin mengangguk, “wajar sih kamu nggak suka yang manis-manis kan kamu udah manis, banget malahan.”

Dion diam tidak menimpali, rasanya dia ingin muntah mendengar perkataan Calvin barusan.

Mereka duduk di meja outdoor, sengaja karena ada misi yang ingin Dion lancarkan. Membuat si kuproy ilfeel padanya.

“Lu, ngerokok nggak?” tanya Dion, dengan mengeluarkan sekotak rokok dari kantong celananya. Rokoknya sudah tidak tersegel karena tadi dia asal mengambil punya teman kerjanya yang lagi pada sebat bareng selepas istirahat makan siang.

Lelaki yang menurut Calvin mempunyai senyum sangat itu membuka rokoknya dan mengambilnya sebatang.

Tak bisa dipungkiri Calvin cukup terkejut saat lelaki manis di hadapannya mengeluarkan sekotak rokok. Ia menatap sekotak rokok yang diarahkan padanya.

YESSSS DIA PASTI ILFEEL

“Saya nggak ngerokok” jawab Calvin

“Gue sebat dulu kalo gitu” Dion berdiri dari duduknya, berniat mencari spot untuk merokok tapi Calvin langsung menahannya.

“Mau kemana? Nyebar disini aja, mana koreknya biar saya bakarin.”

Dion melihat wajah Calvin yang berubah menjadi serius, tidak ada lagi senyum ramah seperti beberapa saat lalu.

“Gila lu, ya kali gue nyebat di depan orang yang nggak ngerokok.”

“Kan saya nya nggak masalah jadi nggak apa-apa”

Duh, kok jadi gini sih. Jujur saja Dion mulai merasa takut dengan perubahan raut wajah Calvin, tapi ia harus tetap menjalankan misinya. Lagian udah terlanjur juga jadi ya udah lanjut aja.

“Duduk lagi, sebat sini aja nggak usah jauh-jauh” tambah Calvin.

Karena suasana menjadi serius Dion akhirnya kembali duduk.

“Mana koreknya?”

Dion menghela napas. Shit. Dirinya lupa.

“Lupa.”

“Kok perokok nggak bawa korek?”

Dion diam tidak menjawab

“Mau saya carikan?”

“Nggak usah.”

Untuk beberapa saat mereka terdiam, dengan sebatang rokok yang terjepit di antara jari Dion bingung harus berbuat apa.

Perlahan Calvin senyum, “Ta, kamu tuh nggak ngerokok saya tahu.”

“Ngerokok kok!” jawab Dion tidak terima

“Mana ada anak muda ngerokok kretek” Calvin mengangkat bungkus rokok yang dibawa Dion, “ini mah rokoknya bapak-bapak temen kerja saya”

Dion menghela nafas.

Sialan si kuproy tau aja lagi kalo itu bukan rokok gue.

“Gue emang bukan perokok berat tapi gue beneran ngerokok.”

Calvin mengangguk paham, “ngerokok kalo lagi ada masalah doang ya?”

Kali ini giliran Dion yang mengangguk.

Calvin mengambil sebungkus rokok yang tergelatak diatas aja, “maaf ya rokoknya saya sita.” Cengir Calvin, “sebagai gantinya mulai sekarang kalau kamu ada masalah bisa cari saya, jangan cari rokok.”

Lah kok jadi gini sih? Harusnya kan Calvin ilfeel padanya bukan malah menawarkan hal seperti ini.

“Ta?” panggil Calvin pada Dion yang menunduk.

Dion mengangkat wajahnya “Ya?”

“Kamu denger nggak apa yang saya bilang tadi?”

“Denger.”

Calvin tersenyum, “ya udah kita pulang aja, kamu juga harus lanjut kerja kan?”

Dion mengangguk, sebenernya dia jadi nggak enak sama Calvin karena membuat suasana yang serius begini tapi ini juga bagian dari rencana kan?

“Mau saya anter sampe ke counter kamu?”

“Nggak usah, gue bisa sendiri lu langsung pulang aja.”

“Oke, nanti kalau udah sampe saya kabarin.”

“Oke.”

Gagal lagi.