PANTAI

Chandra masuk ke kamar setelah selesai berlari pagi, karena mereka mau pergi ke Pulau Sangiang jadi Chandra memaksakan diri walaupun Diyo melarangnya untuk jangan bertatap muka lebih dulu karena malu, tapi ia perlu untuk mengganti pakaiannya yang penuh keringat dan bersiap-siap sebelum matahari semakin naik.

Bunyi pintu terbuka menarik perhatian Diyo yang sedang menata isi tasnya, dia menengok ke arah pintu, takut-takut yang datang bukanlah manusia sepertinya. Lalu kembali pada aktivisnya karena itu cuma Chandra.

Chandra langsung jalan ke arah tasnya, mengambil beberapa barang perlengkapan mandinya. “Cepet siap-siap, gue selesai mandi kita langsung berangkat.”

Teringat kejadian semalam Diyo langsung berlari kecil menuju arah pintu melihat apakah ada orang diluar atau tidak lalu menutupnya dan berdiri disebelah Chandra yang masih berjongkok menata isi tasnya.

“Chan, aman kan?”

Chandra mengangguk. “Aman, udah gue bilang nggak ada yang tau tentang kejadian semalem jadi lu nggak usah takut.”

“Tapi jantung gue rasanya merosot ke lambung pas baca chat di gc tadi tau, mana Aga lagi yang denger. Mati aja gue kalo sampe Aga tau.”

“Makanya diem, nggak usah diomongin lagi kalo ada orang. Ngomongin nya kalo kita lagi berdua doang.”

Diyo menendang bokong Chandra dengan kakinya. “Goblok banget gue kalo sampe ngomongin hal itu waktu ada orang.”

Chandra pasrah saja di omelin Diyo sejak tadi pagi, padahal jelas-jelas kalau yang menggodanya lebih dulu itu Diyo, tapi kenapa semua permasalahan dilimpahkan padanya.

“Pokoknya lo jangan mencurigakan di depan temen-temen, terutama Bayu sama Aga.” Ancam Diyo pada Chandra sebelum lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Semua anggota UMM sudah berkumpul di tepi pantai dan siap untuk meluncur menuju aktivitas yang sudah dipilih masing-masing.

Namun ada sedikit keributan yang terjadi, dimana Sagara tidak mau bermain jet ski seperti yang sudah direncanakan. Ia malah ingin ikut naik kapal dengan Diyo dan Chandra untuk mengelilingi pulau-pulau terdekat.

“Nggak bisa gitu dong Aga, semalem kan lu udah oke buat naik jet ski bareng gue.”

“Itu kan semalem bang, sekarang beda lagi, terus juga kan kapal yang disewa bang Chandra muat 15 orang, mending kita semua ikut aja biar hemat biaya juga.”

Yang lain mulai membubarkan diri, malas mendengar rengekan Aga lagi.

“Lu nggak usah ngaco deh Ga, udah buru kita pergi.” Bayu dan Catur terpaksa menyeret Aga untuk segera pergi ke tempat penyewaan jet ski, meninggalkan Diyo dan Chandra di sana.

“Ya udah ayok kita juga pergi.” Chandra berjalan lebih dulu diikuti Diyo yang selangkah di belakangnya.

Setelah lima belas menit menaiki speedboat akhirnya mereka sampai di pesisir pantai Caringin. Diyo bilang dia tidak mau ke Sangiang dengan alasan terlalu mahal dibiaya penyewaan kapal, padahal Chandra tidak meminta uang padanya. Chandra bisa apa selain menurut.

Chandra yang sudah memakai pakaian untuk berenang bersiap masuk ke dalam air.

“Yo, buruan ganti.”

“Nggak ah, lu aja deh.”

“Udah jauh-jauh kesini tapi nggak snorkeling atau diving rugi loh.”

“Nggak mau ah asin.”

“Ya jangan diminum airnya, Yo.”

Diyo bersih kukuh tidak mau masuk ke dalam air, Chandra akhirnya menggendong Diyo di pundaknya lalu saat semakin ke tengah dia menjatuhkan Diyo ke dalam air begitu saja hingga membuat lelaki mungil itu berteriak karena badannya basah kuyup terkena air laut.

“CHANDRA ANJINGGGGGG!!!!”

Chandra menertawakan reaksi Diyo, lelaki mungil itu terlihat sangat marah dan siap berlari mengejar Chandra yang sudah mulai menepi.

Kena.

Diyo berhasil membuat Chandra tersungkur di atas pasir pantai dengan satu tendangan pada betis Chandra, lalu ia mulai memukulinya.

“Ampun Yo, ampun. Sakit anjir.” Akhirnya Diyo berhenti.

“Baju lu udah basa juga Yo, ayo kita snorkeling bareng.”

“Gue nggak bawa baju ganti goblok, masuk angin ntar gue.”

“Gue bawa baju ganti lebih.”

Diyo merotasikan bola matanya mendengar pertanyaan Chandra. “Ya udah ayo kita snorkeling, tapi lo jangan jauh-jauh dari gue.”

“Takut lu?”

“Laut itu luas Chan, kita nggak tau ada makhluk apa aja di dalamnya. Bisa aja kan tiba-tiba ada hiu gede lewat atau mermet lagi hajatan.”

“Ngaco lu, kalo ada mermet lagi hajatan ya mayan, kita bisa numpang makan.” Chandra memegang tangan tangan Diyo dan semakin berjalan ke tengah laut hingga setengah badan ke bawah mereka sudah tak terlihat karena tertutup air laut.

“Yuk masuk.” Ajak Chandra dan di angguki oleh Diyo.

Laut memang terlihat menyeramkan tapi juga indah di waktu yang bersamaan. Banyak kegiatan menyenangkan yang bisa dilakukan baik di atas mau di bawah peraiarannya.

Di dalam sana Diyo bisa melihat berbagai macam makhluk laut yang memanjakan mata, aneka ragam terumbu karang, ikan berwarna warni, ia juga sempat melihat bintang laut dan juga gemerlap plankton bagai kilauan permata seperti penjelasan Chandra sebelumnya dan benar kata Chandra, dia akan menyesal kalau tidak mau snorkeling seperti saat ini.

Diyo naik ke permukaan lebih dulu tak lama di susul oleh Chandra yang naik ke permukaan juga.

“Chan, tadi gue liat ada Plankton, Patrick, sama Mr. Crab, tapi Spongebob sama Squidward nggak ada.”

Chandra tertawa mendengar omongan asal Diyo yang terlihat sangat menggemaskan di matanya.

“Coba kita nyelem lebih jauh siapa tau ntar ketemu Spongebob sama Squidward atau ketemu mermet yang lagi hajatan.”

Kali ini giliran Diyo yang menertawakan omong kosong Chandra yang tak masuk akal.

Seseorang pernah berkata buatlah seseorang yang kamu cintai selalu tertawa saat bersamamu, agar nanti dia bisa mencintaimu. Tapi kenapa, setiap Diyo tertawa, justru Chandra yang semakin jatuh cinta. Perpaduan awan putih yang menggantung di antara birunya langit dan laut, suara angin yang menenangkan dan suara tawa lepas Diyo, hidden gem yang tidak diketahui banyak orang. Chandra beruntung karena menjadi satu-satunya orang yang bisa menikmati pemandangan seindah ini.

Setelah puas melihat-lihat keindahan bawah laut mereka memutuskan beristirahat, duduk di tepian pantai dengan pemandangan laut lepas yang menyejukkan mata.

“Chan.”

“Hm?”

“Kasian ya ombak dan pantai.”

Chandra mengernyitkan keningnya, menoleh ke arah Diyo yang masih menatap lurus laut yang ada di depannya.

“Ombak dan pantai itu satu kesatuan yang tidak bisa bersatu. Ombak hanya akan mengunjungi pantai sesaat tapi tidak bisa menetap, saling meninggalkan meski nanti akan kembali. Tak ada yang rela saling melepaskan walau juga tak ada yang mau terikat.”

“Anjirrrr gue kenapa sih. Udah ayok pulang ntar kelamaan liat laut gue jadi makin aneh.”

“Oke kita ganti baju dulu.”

Chandra mengendarai speedboatnya lebih santai daripada saat berangkat tadi. Diyo juga lebih pendiam daripada biasanya, mungkin terlalu banyak bermain air membuat mereka berdua kehilangan banyak energi.

Diyo kaget karena speadboat yang mereka naiki tiba-tiba berhenti.

“Kenapa Chan? Bahan bakarnya abis?”

“Nggak.” Chandra memutar tubuhnya, kini ia berhadapan dengan Diyo yang juga menghadapnya.

“Layaknya ombak dan pantai, layaknya burung camar dan lautan. Kita adalah pasangan yang membingungkan, menyangkali hubungan ini ada tapi mengakui bahwa kita saling memerlukan. Setiap makhluk memiliki masa, waktu tidak membuat ombak hilang dari pandangan mata tapi kita?”

“Anjirrr Chandra lu kenapa? Please lah gue takut, lu nggak lagi kesurupan atau kesambet kan?”

“Ya elah udah romantis-romantis bikin puisi malah dikira kesambet.”

“Hah?” Diyo bingung, ia tak mengerti kemana arah pembicaraan Chandra.

“Harusnya gue pake bahasa sinar ultafeng biar lu ngerti.” Ucap Chandra frustasi.

“Apasih?” Tanya Diyo yang semakin tidak mengerti.

“Hubungan ombak dan pantai itu sama kayak hubungan kita, nggak jelas. Jadi biar jelas, lo mau nggak gue pacarin?”

Diyo menempelkan punggung tangannya pada kening Chandra. “Nggak panas.”

“Diyo, serius. Lu mau nggak gue pacarin?”

Diyo mengerjapkan matanya, kaget dan tidak menyangka akan pernyataan yang diberikan Chandra baru saja.

“Lu mau nggak? Kalo nggak mau gue jeburin ke laut terus gue tinggal.”

“Anjirrr jahat banget lu. Lu ngajakin pacaran kayak ngajak beli cilok.”

“Jadi?” Tanya Chandra lagi.

Tatapan mereka bertemu dan lagi-lagi, seperti ada magnet pada tubuh keduanya dan seperti ada sihir yang menyelimuti mereka, Chandra tertarik (lagi) pada ranum bibir Diyo.

Diyo menggigit bibir bawah, ia ingin menyangkali perasaan yang ada, tapi tak bisa. Tatapan matanya turun dari mata Chandra menuju bibir lelaki itu, Chandra tahu, ini tandanya Diyo setuju dengan ajakannya berpacaran dan kini Diyo mengajaknya untuk berciuman.

Chandra menarik tangan kanan lelaki manis yang sudah bisa ia claim sebagai miliknya, Chandra lalu memiringkan kepalanya dan memegang tengkuk Diyo, hari ini, disaksikan birunya laut dan langit berwarna jingga, Chandra dan Diyo resmi menjadi sepasang kekasih dan berciuman lagi.