Lovelikecyks

Chandra menarik pinggang Diyo hingga terduduk di pangkuannya, “lepas dulu Ndra, aku mau buang sampah bekas kita makan tadi.”

Bukan Chandra namanya kalau mau mendengarkan apa yang kekasihnya minta, lelaki itu justru semakin mengeratkan kalungan tangannya di perut Diyo.

“Nanti aja beresinnya kalo kita mau pulang, sekarang gini aja dulu.”

Diyo mengalah, ia meletakkan kembali sampah yang sudah berada ditangannya ke atas meja.

Chandra mengistirahatkan dagunya di bahu Diyo, “yang, kamu kok tetep wangi ya padahal udah aktivitas seharian.”

“Mana ku tau. Andra?”

“Hm?”

“Abis kita pacaran kok kamu makin ganteng ya Ndra?”

Chandra sedikit bingung dengan pertanyaan tiba-tiba yang dilayangkan oleh pacarnya, “Aku udah ganteng dari orok kali, yang.” Jawabnya dengan penuh percaya diri .

“Kayaknya kegantengan gue kesedot sama lo semua deh Ndra, lu sih kalo nyipok sedotannya kayak vacum cleaner.”

Chandra tertawa mendengar celotehan tidak jelas Diyo, “kamu lagi insecure atau gimana sih yang?”

Diyo memanyunkan bibirnya hingga maju beberapa senti, “sementara gue makin jelek, liat aja nih pipi gue makin bulet.”

“Lucu.” Ucap Chandra setelah menggigit gemas pipi kenyal sang kekasih.

“Sakit goblok.”

“Mulutnya minta dicipok ya?”

“Itu sih mulut lo.” Chandra terkekeh, karena memang benar adanya.

Diyo memperhatikan perutnya, sekarang daging di perutnya sudah bisa ia pegang dan sangat tebal, padahal dulu perut itu sangat rata tidak banyak daging seperti sekarang. “Perut gue juga makin buncit gara-gara lu kasih makan mulu.”

“Coba sini pegang.” Chandra meraba perut kenyal Diyo dari luar kaos, “wahhhhh ini sih ada bayinya.”

Diyo memukul lengan Chandra yang masih mengusap-usap perutnya, “Ngaco lu.”

“Hahahahaha.”

“Ntar kita jemput Aga ya, dia bilang ga bawa mobil.”

“Mau sekalian makan malam nggak?”

“Kita kan baru selesai makan, lu mau bikin gue obesitas?”

“Nggak yang, ya udah kalo gitu boleh minta dessert?”

Bola mata Diyo berputar ke atas begitu dia melihat Chandra yang terus melihat kearah bibirnya, dia juga tahu dessert yang dimaksud oleh Chandra adalah bibirnya.

“Ambil sendiri.”

Wajah Chandra langsung cerah seketika, tanpa menunggu lama Chandra segera meraup bibir Diyo ke dalam mulutnya, menghisap kedua belah bibir Diyo bergantian lalu menjilat dengan lidahnya. Diyo melingkarkan kedua tangannya pada leher Chandra, memperdalam ciuman mereka yang semakin intens.

Lidah keduanya saling bertaut. Suara kecipak basah pun turut meramaikan pertautan lidah mereka. Chandra memegang wajah Diyo dengan kedua tangannya dan menciumnya lebih dalam lagi. Lenguhan dan desahan Diyo mulai terdengar mengiri pergulatan lidah mereka.

Perlahan tangan kiri Chandra turun ke kaos yang digunakan Diyo, mengusap dadanya dari luar membuat Diyo bergerak tak nyaman hingga ciuman mereka terlepas. Dalam hal seperti ini Chandra tak mungkin kehabisan akal, ia mengarahkan ciumannya pada telinga kanan Diyo, membuat sang empu sedikit terlonjak saat ia mulai menjilati daun telinga Diyo perlahan.

“And—rah berhenti.” Diyo berusaha menghentikan Chandra, mendorong Chandra yang napsunya sudah di ubun-ubun untuk menjauh.

Bukannya berhenti Chandra justru semakin gencar menjilati daun telinga Diyo dengan tempo sedang, sengaja menggodanya. Desahan Diyo berubah menjadi rintihan nikmat. Ia meremas pelan rambut Chandra dengan mata terpejam.

“Chan— please berhenti. Ahh.... Ahh!” Diyo menatap Chandra dengan tatapan sayu, mulutnya mengatakan berhenti, tetapi tubuhnya justru bereaksi sebaliknya.

Chandra mencium pipi Diyo sekilas, “kenapa? Hm?”, Ia menyusupkan tangannya ke dalam kaos sang kekasih dan mulai mengelus dadanya. “Geli?” Godanya, “atau enak?”

“Dua-duanya.” Diyo mencium hidung Chandra singkat, “tapi kita harus berhenti ntar lu kebablasan. Nggak etis banget kita ngewe di studio musik rental dan juga bentar lagi kita mau jemput Aga.”

Chandra tersenyum bodoh, dia hampir lupa mereka sedang berada di mana sekarang. Jika bersama Diyo dia memang akan lupa segalanya karena di dunianya saat itu hanya ada Diyo, Diyo dan Diyo saja.

“Maaf sayang.” Chandra mencium kening indah kekasihnya, “terimakasih sudah menjadi pacarku selama seratus hari ini, aku harap kita bakal ngerayain yang ke dua ratus, tiga ratus dan selamanya.”

Diyo menyangkup wajah Chandra dengan kedua tangannya, hingga tatapan mereka saling beradu, “I love you and I love us.”

Chandra menjemput Diyo di depan Rumah Sakit seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, muka cemberut sang pacar membuat Chandra gemas, Diyo masih memikirkan masalah kemarin dan giginya yang sedikit ngilu setelah melakukan perawatan membuat bibir pemuda itu manyun beberapa senti.

Diyo baru saja duduk di kursi penumpang yang berada di sebelah Chandra, tapi ia langsung di kagetkan oleh serangan tiba-tiba dari Chandra. Sebuah kecupan ringan didapatnya, Chandra hanya menempelkan bibirnya pada bibir Diyo untuk beberapa detik, lalu kembali duduk di kursi kemudi seperti semula.

“Apasih cium-cium.”

“Manyun mulu sih.”

“Kita mau kemana?”

Chandra adalah pria perencana, ia tak akan mengajak Diyo jalan begitu saja tanpa rencana yang sudah ia pikirkan dan ia susun secara seksama. “Ke Oscar dulu mau nggak? Lagi pengen makan pasta so'alnya.”

“Oscar yang di Thamrin.”

“Iya yang disitu, pasta disana enak banget so'alnya homemade”

Diyo berpikir sejenak sebelum mengiyakan.

“Oke, aku juga kangen Panna cotta vanilla sama tiramisu nya.”

“Itu emang enak banget sih.”

“Udah reservasi kan?”

“Udah dong, mana bisa lunch begini kesana tanpa reservasi.”

“Hahahaha bener, hal yang nggak mungkin banget.”

Perjalanan menuju tempat makan yang mereka tuju lumayan memakan waktu lama, ditambah macet yang membuatnya semakin lama. Untungnya sebelum menjemput Diyo tadi Chandra lebih dulu bertemu Sagara untuk memberikan Action Figure spiderman yang sudah disepakati oleh mereka, ia juga mendapatkan playlist lagu-lagu yang sedang sering Diyo dengarkan saat ini.

Selama perjalanan Diyo tak jarang ikut menyanyikan beberapa penggalangan lirik atau hanya bergumam, Chandra pun sama. Keduanya sama-sama larut dalam karaoke dalam mobil dadakan yang tercipta begitu saja. Mobil yang Chandra Kendarai mulai masuk ke area parkir, berjalan beriringan meninggalkan area parkir lalu masuk ke dalam gedung, menuju ke lantai 46.

Begitu datang mereka menuju ke resepsionis, menanyakan letak di mana meja atas pesanan 'Chandra Shangkara' dan tak lama datang seorang waiters yang membawa mereka ke sebuah meja dengan dua kursi yang terletak dekat jendela. Menyajikan pemandangan yang cukup memanjakan mata.

Waiters itu pergi meninggalkan mereka berdua setelah Chandra selesai memesan beberapa makanan.

“Udah sering kesini yang?”

Diyo mengangguk, “lumayan sering sih, Bayu suka banget slow cooked salmon sini so'alnya.”

Chandra tersenyum tipis, ia sudah berjanji tidak aka mengusik persahabatan mereka lagi, tidak akan cemburu karena Bayu jauh lebih dekat, lebih banyak tahu tentang Diyo daripada dirinya dan sering jalan berdua dulunya.

Chandra tidak memesan makanan pembuka karena Diyo bilang langsung ke menu utama dan dessert saja. Keduanya mengobrol hingga pesanan mereka datang, Diyo terlihat lebih cerah dari sebelumnya karena menghirup aroma pasta yang ada di depannya.

“Seneng yang? Tadi aja manyun-manyun.”

“Depan makanan enak nggak boleh manyun.”

Seperti biasa Chandra lebih dulu habis dari pada Diyo.

“Andra, perut kamu masih ada ruang kosong nggak?”

“Kenapa? Kenyang? Abisin deh yang, porsinya dikit kok.”

Diyo menggelengkan kepakanya, “beneran kenyang, udah nggak muat lagi ini perut.”

“Berarti ntar Panna Cotta nya buat aku semua ya.”

“Kalau buat Panna Cotta masih ada ruang.”

Karena Chandra yang pada dasarnya memang sangat menyukai cita rasa pasta yang ada di sini dan masih ada ruang yang cukup juga di perutnya, Chandra mengambil piring Diyo lalu memakan pastanya dengan cepat, membuat Diyo semakin terlihat cerah dan sumringah.

“Abis ini kita mau kemana?”

“Punclut.”

“Bandung?”

Andra mengangguksn kepalanya, “Punclut bagus banget kalo malem.”

“Jakarta-Bandung perjalanannya lumayan kali Andra.”

“Gapapa, biar bisa lama-lama sama kamu.”

Dalam perjalanan menuju Bandung, Andra banyak bercerita tentang masa lalunya saat tinggal di sana, ia membawa Doyo ke sana karena ucapan teman-temannya yang mengatakan kalau Punclut sangat indah saat malam hari. Pemandangan indah gemerlap lampu di cekungan Kota Bandung dapat dinikmati dengan jelas dari Punclut, menghadirkan suasana romantis bagi yang berkunjung ke sana bersama pasangan.

Chandra termasuk kedalam tipe orang-orang yang tidak akan membuka ponselnya saat menghabiskan waktu dengan pasangan, dia hanya akan membuka ponselnya kalau ada bunyi notifikasi pesan atau telfon saja, tapi tidak dengan sosial media. Dia tidak akan membuka sosial media manapun saat sedang bersama dengan Diyo, hingga ia tidak tahu dengan apa saja yang sudah pacarnya tulis di akun sosial media.

Mereka sudah sampai di Punclut. Yang menjadi daya tarik objek wisata bandung utara ini adalah kita dapat melihat langsung bentuk geografis dari kota berjuluk Paris Van Java dari ketinggian yang berbentuk cekungan.

Saat ini Andra dan Iyo tepat berada di titik ini, mereka seperti berdiri di tepian mangkuk raksasa yang maha besar, dimana mereka bisa melihat eksotisme pemandangan kota Bandung beserta dengan pegunungan yang mengitari kota kembang.

Melihat ke arah selatan, Diyo bisa menikmati bentangan Gunung Malabar, Gunung Patuha yang merupakan lokasi Kawah putih berada serta Waringin.

“Jika cuaca sedang cerah, bahkan kita bisa ngeliat dengan jelas landmark Kota Bandung yang baru yaitu Jembatan Layang Surapati dan juga Menara Kembar Masjid Raya Jabar di Alun-alun Kota Bandung, yang.”

“Aku nggak tau kalau ada pemandangan seindah ini di Bandung.”

Chandra tersenyum bahagia, ia bahagia melihat kesayangannya juga bahagia.

“Mau sambil jalan-jalan dulu nggak? Sambil jajan.”

“Boleh.”

Tanpa memperdulikan sekeliling, Chandra menggenggam tangan Diyo, membawa lelaki itu menyusuri pedagang kaki lima yang berjejer di samping kanan dan kiri bahu jalan.

Diyo membeli berbagai jajanan dan pernak-pernik yang di rekomendasikan oleh Chandra. Mereka berdua juga membeli gelang coupla berwarna hitam—kekanakan. Memang.

Saat mereka kembali ke tempat semula, hari semakin malam dan cuaca semakin dingin. Diyo yang hanya mengenakan kaos dan kemeja kotak-kotak jelas saja merasa kedinginan. Chandra yang menyadari hal tersebut langsung memeluknya dari belakang, membuat yang lebih muda sedikit berontak karena saat ini mereka sedang berada di tempat umum.

“Andra lepas.”

Andra justru semakin mengeratkan pelukannya, mengistirahatkan dagunya di bahu Diyo, “biar nggak dingin yang, lagian yang lain juga sibuk pacaran masing-masing, nggak bakal merhatiin kita.”

“Makasih Andra.”

“Kamu seneng?”

Diyo mengangguk antusias, “banget.”

“Makasih ya yang.”

“Aku dong yang harusnya yang bilang makasih. Thank you Andra, you make my life just overall so much happier.”

“Cium dong kalo gitu.”

Diyo menengok ke kanan, kiri dulu sebelum menempelkan bibirnya pada bibirnya Chandra.

Cup

Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir Chandra.

“Apaan lewat doang, nggak berasa.”

Cup

Diyo kembali mempertemukan bibirnya dengan bibir Chandra, saat ia ingin menjauh Chandra menahan tengkuknya, menciumnya dengan lembut dan intens sebagai penutup kencan pertama mereka hari ini.


⚠️ Tags: 🔞, bxb, nsfw, dirty talk ⚠️


Diyo bilang kalau dia ada di kosan Chandra bukan? Tapi kenapa saat Chandra memasuki kosannya tidak ada sedikitpun bias cahaya disana, semuanya gelap gulita. Apa Diyo hanya mengerjainya?

Akhirnya Chandra memutuskan untuk berjalan ke kamarnya. Ternyata kekasihnya ada disana, Diyo berbaring miring di atas kasurnya, menggunakan Hoodie hitam milik Chandra tanpa menggunakan celana hingga mengekspose paha putih mulusnya, seolah memang sedang menunggu kedatangan Chandra.

Chandra menyeringai tipis melihat Diyo yang saat ini sedang berpura-pura tidur, ia duduk di tepian kasur, tangannya meraih tubuh Diyo hingga membuat lelaki itu terlentang.

“Nggak usah pura-pura tidur sayang.”

“Diajak ngewe aja pulang cepet.”

Chandra terkekeh, tapi tidak membantah karena memang benar adanya, lagi pula mana mungkin ia melewatkan tawaran bagus seperti ini.

“Ya kalo kamu nggak mau, aku sih gapapa.”

“Aku udah bersih-bersih ya kemaren malem, ya kali hari ini nggak dipake.”

“Wow.... Pacarku bener-bener binal, dan akan aku pastiin kamu dapet hukuman yang setimpal karena udah ngebuat aku ninggalin temen kerja kelompok gitu aja.”

Diyo dibuat merinding dengan kata-kata penuh kode seduktif yang Chandra ucapkan.

Jemari Chandra mengusap pelipis Diyo, menyingkirkan beberapa helai rambut dari wajah kekasih mungilnya, turun ke leher jenjang dan mulus yang pernah ia cicipi. Jari-jemarinya mengelus lebih intens bagian tulang belikat Diyo.

Chandra menjilat bibirnya sendiri.

Tubuhnya membungkuk dan menindih tubuh Diyo, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Diyo yang melihatnya dengan tatapan sayu, membuat Chandra semakin ingin menggagahi Diyo.

Chandra menciumi wajah Diyo dengan kecupan-kecupan ringan bibirnya, membuat Diyo mendesah tertahan menerima perlakuannya.

Bibir Chandra saat ini sedang mengecupi leher Diyo. Gigitan gemas sesekali Chandra berikan pada leher sang kekasih yang semakin menengadahkan kepalanya, memberinya ruang untuk lebih mengeksplorasi lehernya.

Setelah Chandra berhasil meloloskan Hoodie yang dipakai oleh kekasihnya. Mata Chandra tidak berkedip saat melihat hamparan dada mulus yang terdapat satu bekas keunguan yang dibuatnya tempo hari, dengan kedua puting yang menegang sempurna. Dada yang bergerak seiring dengan tarikan nafas pemiliknya.

Kini giliran tonjolan mungil berwarna coklat milik Diyo yang menjadi sasarannya, Chandra mencubit puting itu dengan cukup kasar hingga membuat Diyo hampir memekik.

Namun Chandra sudah menduga hal seperti itu akan terjadi maka sebelumnya, ciuman yang tadinya di leher ia pindahkan ke mulut sang kekasih. Chandra mengulum mulut Diyo dengan ganas dan nafas yang memburu, lidah Chandra berhasil masuk ke dalam mulutnya, bergerak menjilati seluruh permukaan mulut Diyo membuat sang empunya mendesah tanpa bisa ditahan, lidah Diyo yang sekarang sudah lebih pintar dari sebelumnya diajak untuk ikut meramaikan suasana, dijilat dan ditarik oleh Chandra.

Kedua tangan Diyo mengalung pada leher Chandra. Menarik pemuda itu lebih dekat dan memiringkan kepalanya sedikit, memperdalam cumbuan basah mereka. Suara kecipak yang terdengar menambah suasana panas yang mereka ciptakan. Chandra melepaskan ciumannya yang meninggalkan suara kecupan basah dan nafas terengah dari Diyo.

Tak lama bibir berbentuk hati itu mulai mengeluarkan erangan, “akhhh—Andra....” Mengerang merasakan setiap sentuhan dari bibir dan jilatan kekasihnya.

Tubuh Diyo terasa terbakar merasakan setiap rangsangan pada puting kanannya yang tengah Chandra jilat, hisap dan gigit gemas, tangan Chandra memelin keras puting kirinya.

Chandra mengelus bagian dada dan perut Diyo hingga membuat Diyo menggeliat merasakan sentuhannya.

Kegiatan keduanya semakin seduktif, cumbuan di bibir itu mengawali cumbuan lain di sekujur tubuh Diyo. Meninggalkan berbagai macam bentuk bercak kemerahan dari leher, dada, hingga ke perut miliknya. Diyo saat ini hanya bisa melenguh dan mendesah dengan tangan yang mencengkram setiap helaian rambut Chandra.

Chandra terus memberikan elusan dari lutut hingga pangkal paha dekat dengan selangkangannya membuat tubuh bagian bawah Diyo bergetar hebat.

“A—Andrahhh...”

Paha dalam Diyo adalah sasaran Chandra berikutnya, elusan yang menggelitik perut Diyo semakin gencar Chandra lakukan. Sentuhan-sentuhan ringan tidak sengaja yang menyentuh balutan celana dalamnya menambah erangan Diyo, dan saat tangan Chandra menyentuh penis yang berada celana dalamnya. “Chan— akhhh!” Diyo memekik dengan tubuh bergetar.

Tatapan Diyo saat ini mengisyaratkan sesuatu yang tak bisa ia terjemahkan sendiri, Diyo harap tanpa ia harus mengatakan sepatah katapun Chandra akan mengerti apa yang dibutuhkannya saat ini.

“Jangan keras-keras sayang, nanti kamar sebelah denger” bisik Chandra seduktif melepas sebentar ciumannya.

“Ughhh~” Diyo melenguh.

Getaran hangat di kulit lehernya saat Chandra mengucapkan kata sungguh membuat sekujur tubuhnya meremang.

Chandra kembali menciumnya, mengalungkan tangan Diyo kembali ke belakang lehernya.

Tangan Chandra menyentuh sesuatu yang panjang dan menegang, mulai mengocok penis Diyo di luar celana dalamnya. Chandra sengaja menggesekkan telapak tangannya dengan sedikit ganas dan ditekan.

Diyo melebarkan kaki dan pinggulnya bergerak sesuai dengan tangan Chandra. Rasanya sesak ia ingin melepaskan celana dalamnya tapi Chandra tak mengijinkan. Gerakan tangan Chandra semakin cepat, bahkan jepitan jari-jari Chandra di penis Diyo yang masih terbungkus celana semakin kuat, seolah memerah sambil terus menggesek.

“Sayang, saat ini kamu terlihat sangat menggairahkan.”

Mendengar bisikan erotis tersebut, Diyo tak dapat menahan klimaksnya lebih lama lagi, rangkulan di tengkuk Chandra semakin erat, kakinya semakin dilebarkan dan saat klimaks menghampirinya ia spontan mengangkat bokongnya ke atas.

“Andrahhhhhh!” Seru Diyo tertahan.

Sambil tersenyum tipis Chandra menarik tangannya keluar dari celana Diyo, dan dapat dilihat olehnya cairan putih kental sudah melumuri tangannya.

“Cepet banget yang datengnya.”

“Curang, aku hampir telanjang kamu masih berpakaian lengkap.”

“Lepasin kalo gitu.”

Chandra menjilati sisa cairan milik Diyo yang menempel di tangannya tanpa jijik berbanding terbalik dengan sang empunya yang terlihat sedikit jijik.

Tak lama Diyo membalik posisi, kini ia duduk diatas paha Chandra. Membuka satu persatu kancing kemeja yang kekasihnya gunakan, menyentuh tubuh kekasihnya yang keras dan terbentuk sempurna.

Diyo sudah berhasil meloloskan celana yang Chandra gunakan, menarik turun celana dalam kekasihnya. Kejantanan Chandra langsung menampar kulit punggung tangan Diyo saking tegangnya benda itu, Diyo tersenyum tipis ditengah kecupan dan hisapan di leher Chandra.

Diyo juga tak lupa meninggalkan beberapa tanda kemerahan di leher jenjang kekasihnya. Ia menjilat tanda yang dibuatnya dan kembali menghisapnya untuk membuat tanda itu semakin merah, atau malah berwarna keunguan.

Tangannya mengelus batang penis Chandra, menggenggamnya perlahan, menurunkan tangannya dan naik kembali, memberikan pijatan lembut pada penis itu.

“Iyo— ahhh... Lebih cepat—”

Tubuh Chandra semakin panas, semakin bergetar dengan apa yang dilakukan Diyo saat ini.

Diyo memasukkan penis Chandra kedalam mulutnya, tapi tak jadi karena Chandra melarangnya.

“Jangan dimasukin yang, pake tangan aja.”

“Kenapa? Bukannya enak disepongin?”

“Takut kena behel kamu yang.” Ucap Chandra mengehentikan aktivitas yang sedang Diyo lakukan.

Chandra kembali membalik posisi mereka, mencium dengan ganas bibir Diyo yang sudah sedikit membengkak. Tangan Chandra kembali bermain-main dengan tubuhnya.

“Akh! Andra—”

Diyo meremas selimut disamping kepalanya saat merasakan sakit di bagian bawah tubuhnya. Matanya menatap Chandra dengan sebelah tangan pemuda itu berada di antara belahan pantatnya. Entah sejak kapan satu-satunya kain yang menutupi tubuhnya sudah tanggal begitu saja.

Lubang kecil Diyo dielus pelan dan dimasuki oleh jari-jari panjang Chandra, bergerak bebas di dalam tempat kecil, sementara si pemilik lubang hanya bisa pasrah, tubuhnya terlonjak menerima serangan pada lubangnya.

“Ahhh...shhhh....” Desis Diyo saat merasakan jari-jari Chandra bergerak maju mundur, menggesekkan kehangatan yang tak terbayangkan. Chandra menekannya lebih keras.

“Akh... Sakit... Andra.”

Chandra sudah tertutup oleh kabut nafsu, ia justru semakin menekan dan menggeseknya dengan lebih keras. Diyo mulai mendesah-desah tak terkendali dan tak lama orgasme kedua datang.

“Ahhhh... Andrahhh—” jerit Diyo tertahan dengan tubuh mengejang diikuti cairan sperma yang kembali keluar dari kejantanannya.

Chandra mengambil posisi baru lagi. Jari-jari telah menyelesaikan tugas dengan baik, ia menariknya dan sesaat memperhatikan tangannya yang berlendir putih.

Chandra menempatkan dirinya ke posisi yang lebih nyaman dan menyiapkan miliknya sendiri yang sudah tegang. Mengocoknya sebentar sebelum memasukkan miliknya ke dalam lubang Diyo secara perlahan, membiarkan Diyo merasakan dirinya sedikit demi sedikit.

Panas

Ketat

Lembut

Basah

“Nghh...” Chandra mendesah pelan ketika suhu panas yang berasal dari tubuh Diyo menjalar ke tubuhnya.

Diyo meraih apa pun yang bisa ia pegang dan ditarik kuat-kuat, untuk menahan sakit di lubang kecilnya. Penis Chandra terlalu besar untuknya, Diyo menjerit tertahan, sementara Chandra memasukinya semakin dalam dan akhirnya seluruh penis Chandra telah berada di dalam dirinya.

Chandra berdiam diri dalam keadaan itu, membiarkan Diyo merasakan dirinya sebelum ia melakukan tugasnya. Chandra menggerakkan tubuhnya, dengan pelan dan lembut, tapi Diyo masih belum bisa menikmati milik Chandra yang berada di dalam dirinya dan melirih kesakitan.

“Ahh...ahh... Chandra...Nghh,” rintih Diyo, berirama dengan gerakan pelan Chandra pada lubangnya. Diyo menutup kedua matanya dan menggigit bawah bibirnya untuk mencegahnya berteriak kesakitan. Seluruh tubuhnya tak bisa ia kendalikan lagi. Rasanya seperti Chandra sedang membelah dirinya menjadi dua, lelehan cairan bening mengaliri pipinya.

Chandra masih menggerakkannya dengan pelan dan Diyo sudah sedikit terbiasa dengan kehadiran miliknya. Diyo mendekap tubuh Chandra, memeluknya dan berharap rasa sakitnya akan berkurang. Chandra membalas pelukan Diyo dan bergerak lebih cepat.

Diyo menggelengkan kepalanya, berusaha melepas ciuman Chandra namun lelaki itu enggan menuruti keinginannya dan terus mencumbunya dengan rakus sampai-sampai bibirnya terasa sakit karena terus digigiti.

Rontaan Diyo baru berhenti saat satu hentakan di bawah sana membuat perutnya terasa melilit dan membuncah aneh, namun nikmat luar biasa.

“AHHH” Diyo memekik dan cumbuan Chandra terlepas.

Chandra tersenyum, ia menyingkirkan beberapa helaian rambut Diyo yang sudah basah oleh keringat.

“Di sana kan?” Ucapnya dengan satu hentakan lain yang ia arahkan pada titik terdalam di dalam tubuh Diyo.

Tubuh Diyo menggelinjang. Nikmat, dan juga sakit. Tapi setiap kali Chandra menyentuh satu titik di dalam lubangnya, rasa nikmat mendominasi seluruh tubuhnya. Membuat Diyo ingin merasakan nikmat itu lagi, dan tentu saja Chandra dengan senang hati mengabulkan keinginannya itu, tak henti-hentinya Chandra terus mengenai titik itu, Diyo tak bisa menahan dirinya lagi untuk mendesah keras.

“АН—hah! Andra—lebih—cepat!” Diyo tidak tahu lagi apa yang diucapkannya.

“Disana ndra, Andra sodok terus—ah... di sana—nikmat!” Diyo meracau, kenikmatan membutakan segalanya. Kerasionalannya tenggelam di dasar nafsu yang pekat. Yang jelas Diyo menikmati aktivitasnya sekarang.

“Iyo, mulut kamu nakal banget.” Chandra menundukan wajahnya, ia menggigit perpotongan leher dan bahu Diyo dengan kencang dan menghisapnya. Ia ingin memberikan lebih banyak tanda lagi ditubuh Diyo disaat pemuda itu tengah digagahinya.

“Dalam—lebih —cepat! Ahn—ahh! Penismu—di dalamku—”

“Ya, penisku menyodok lubangmu Iyo. Lihatlah. Sangat dalam! Luar biasa!”

Napas Chandra memburu, nafsunya begitu besar mengendalikan pikiran dan gerak tubuhnya yang semakin cepat memompa lubang Diyo.

Chandra mencium bibir bengkak Diyo lagi dan kali ini Diyo membalasnya dengan tak kalah ganas, bertarung dalam mulut Diyo dengan lidah yang saling bertautan.

Chandra menjauhkan tubuhnya dari tubuh Diyo, sejenak untuk menaikan kedua kaki pemuda itu kebahunya lalu menindih tubuh itu lagi. Melengkungkan tubuh Diyo hingga pinggulnya terangkat dari tempat tidur. Penis Chandra kembali menggempur lubang Diyo lagi. Keluar masuk dengan tempo cepat.

“Ahhh ahh sebentar lagi! Tidak Ahh... bisa—Andra!”

Satu kaki Diyo turun dari bahu Chandra, Chandra menegakan tubuhnya dengan tetap menahan satu kaki Diyo dibahunya. Chandra kembali menyodok lubang Diyo dengan tubuh pemuda itu sedikit miring dari posisi berbaringnya. Diyo mendesah keras dan menggigit selimut di bawahnya.

“Ah—ah! Ah... mmmh!”

Chandra melempar kaki Diyo dan menarik pinggul pemuda itu hingga terangkat dengan posisi terlungkup. Memaksanya untuk bertumpu pada lututnya yang lemas dan kedua tangan yang tertekuk.

Paha berotot milik Chandra bergetar, ia juga akan selesai sebentar lagi saat merasakan desiran cairan yang mengaliri batang penisnya.

Kedua tangan Chandra menahan pinggul Diyo agar tetap menungging disaat sodokannya semakin cepat. Hingga satu sodokan terakhir dan Chandra terdiam merasakan semburan dari lubang kecil dikejantanannya.

Chandra menggeram, matanya menatap lurus pada wajah Diyo yang menatap ke samping dengan mata yang terbuka lebar. Penis Diyo mengejang dan menyemburkan cairannya membasahi selimut putih di bawah tubuhnya. Kakinya bergetar dengan hebat, benar-benar terasa seperti jelly dan akan ambruk begitu saja jika Chandra tidak menahan pinggulnya saat ini.

Napas Diyo memburu, tidak kuat lagi untuk sekedar menarik tubuhnya yang masih ditahan Chandra untuk tetap menungging saat ini.

Chandra menarik tubuh Diyo agar berbaring disampingnya, lalu membelainya sayang dan mencium keningnya cukup lama.

“Selamat malam, Diyo Argantara. Aku mencintaimu.”


⚠️ Tags: kissing, kinda 🔞 ⚠️


Begitu pintu kamar kosnya terbuka, Chandra langsung disambut oleh cahaya lampu yang menerangi seluruh ruangan. Hal yang baru pertama kali ia alami, biasa setiap kali ia pulang ke kosan ini hanya akan disambut oleh kegelapan.

Di atas tempat tidur terlihat Diyo sedang menonton tv dengan satu cup es krim ditangannya, kalau itu orang lain sudah dipastikan akan Chandra marahi habis-habisan karena berani-beraninya membawa makanan ke atas tempat tidurnya, tapi karena itu Diyo jadi dia biarkan saja, toh kalau sprei nya kotor tinggal dicuci saja nantinya. Tak masalah.

“Sayang.” Chandra duduk disamping tempat tidur yang masih kosong, memeluk sang kekasih dari samping dan menyandarkan kepalanya di perpotongan leher Diyo. Menghirup aroma dari tubuh kekasihnya yang menurut Chandra parfume manapun tak ada yang bisa menandingi harumnya.

“Sayang, kamu wangi banget—aku suka.”

Diyo menolehkan kepalanya ke arah dan Chandra, memberi sebuah kecupan pada bibir yang akhir-akhir ini sering berkunjung ke mulutnya. Chandra tersenyum bahagia. Ini pertama kalinya Diyo memulai lebih dulu, suatu kemajuan pesat dan awal yang bagus untuk melancarkan aksi selanjutnya.

Chandra meraih tengkuk Diyo dan mempertemukan kedua bibir mereka, melumat bibir Diyo perlahan hingga semakin intens bahkan seakan-akan Chandra ingin memakan bibir Diyo.

Diyo membuang bekas es krim kosong sembarangan, menaruh lengannya pada leher belakang Chandra. Membuka mulutnya, mempersilahkan Chandra untuk masuk kedalamnya. Dengan sigap, lidah Chandra masuk dan menjelajahi isi mulut Diyo. Menjilat langit-langitnya, mengabsen deretan giginya yang berkawat dengan hati-hati, dan mengajak lidah mereka untuk saling menyapa. Lidah mereka berkait, berperang untuk mengetahui lidah siapa yang paling dominan.

“Mmhhh... Mhhhh...cpk... Umhhh.” Diyo mendesah ditengah ciuman yang semakin memanas dan semakin intens.

Chandra memenangkan pergulatan lidah diantara mereka, dengan bebas ia menjelajahi isi rongga mulut Diyo lagi.

Chandra mengakhiri ciumannya dan mulai menciumi dagu Diyo, lalu turun ke lehernya.

“Ah... Chandra mhhhh... Janganhh ninggalin bekasshh.” Diyo memperingatkan Chandra yang mulai menggigiti lehernya, ditengah nikmat yang sedang dia rasakan. Ia tidak mau terlihat aneh saat kuliah nanti.

“Gue pengen nyupang lu, boleh?”

“Di tempat yang ke tutup, yang cuma lu doang yang bisa liat.”

Akhirnya Diyo mengizinkan Chandra untuk memberi tanda di dada, Chandra membuka kaos yang Diyo kenakan dan membuangnya begitu saja ke sembarang arah.

“Jangan nete, jangan sampe kena nipple gue pokoknya, gue nggak mau sange karena besok ada kelas pagi.”

Chandra meneguk ludahnya kasar, kulit dan tubuh Diyo benar-benar bersih, terlihat sangat terawat. Ia mulai mencium dan menghisap dada Diyo, tepat di atas nipple si manis, Diyo tidak bisa mengekspresikan bagaimana rasanya karena rasanya benar-benar terasa unik.

Chandra sesekali curi-curi menjilat nipple Diyo membuat sang empunya geram. “Chandra anjing, gue tonjok ya lu. Gue bilang jangan nete, jangan sampe kena nipple gue.”

Chandra kembali melanjutkan pekerjaannya hingga terlihat sebuah mahakarya berwarna kemerahan buatannya di dada Diyo.

“Njirrr merah banget, ini sih jangan sampe gue shirtless depan orang lain.”

“Iya lu cuma boleh buka baju depan gue.”

Diyo mendecih dan berniat untuk beranjak memungut kaos yang dibuang oleh Chandra tadi.

“Ntar dulu, ciuman sekali lagi abis itu kita makan.”

“Jangan sampe kebablasan.”

Chandra mengangguk. Seperti biasa, diawali dengan kecupan-kecupan manis sampai mereka berciuman dengan intens lagi.

Chandra masuk ke kamar setelah selesai berlari pagi, karena mereka mau pergi ke Pulau Sangiang jadi Chandra memaksakan diri walaupun Diyo melarangnya untuk jangan bertatap muka lebih dulu karena malu, tapi ia perlu untuk mengganti pakaiannya yang penuh keringat dan bersiap-siap sebelum matahari semakin naik.

Bunyi pintu terbuka menarik perhatian Diyo yang sedang menata isi tasnya, dia menengok ke arah pintu, takut-takut yang datang bukanlah manusia sepertinya. Lalu kembali pada aktivisnya karena itu cuma Chandra.

Chandra langsung jalan ke arah tasnya, mengambil beberapa barang perlengkapan mandinya. “Cepet siap-siap, gue selesai mandi kita langsung berangkat.”

Teringat kejadian semalam Diyo langsung berlari kecil menuju arah pintu melihat apakah ada orang diluar atau tidak lalu menutupnya dan berdiri disebelah Chandra yang masih berjongkok menata isi tasnya.

“Chan, aman kan?”

Chandra mengangguk. “Aman, udah gue bilang nggak ada yang tau tentang kejadian semalem jadi lu nggak usah takut.”

“Tapi jantung gue rasanya merosot ke lambung pas baca chat di gc tadi tau, mana Aga lagi yang denger. Mati aja gue kalo sampe Aga tau.”

“Makanya diem, nggak usah diomongin lagi kalo ada orang. Ngomongin nya kalo kita lagi berdua doang.”

Diyo menendang bokong Chandra dengan kakinya. “Goblok banget gue kalo sampe ngomongin hal itu waktu ada orang.”

Chandra pasrah saja di omelin Diyo sejak tadi pagi, padahal jelas-jelas kalau yang menggodanya lebih dulu itu Diyo, tapi kenapa semua permasalahan dilimpahkan padanya.

“Pokoknya lo jangan mencurigakan di depan temen-temen, terutama Bayu sama Aga.” Ancam Diyo pada Chandra sebelum lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Semua anggota UMM sudah berkumpul di tepi pantai dan siap untuk meluncur menuju aktivitas yang sudah dipilih masing-masing.

Namun ada sedikit keributan yang terjadi, dimana Sagara tidak mau bermain jet ski seperti yang sudah direncanakan. Ia malah ingin ikut naik kapal dengan Diyo dan Chandra untuk mengelilingi pulau-pulau terdekat.

“Nggak bisa gitu dong Aga, semalem kan lu udah oke buat naik jet ski bareng gue.”

“Itu kan semalem bang, sekarang beda lagi, terus juga kan kapal yang disewa bang Chandra muat 15 orang, mending kita semua ikut aja biar hemat biaya juga.”

Yang lain mulai membubarkan diri, malas mendengar rengekan Aga lagi.

“Lu nggak usah ngaco deh Ga, udah buru kita pergi.” Bayu dan Catur terpaksa menyeret Aga untuk segera pergi ke tempat penyewaan jet ski, meninggalkan Diyo dan Chandra di sana.

“Ya udah ayok kita juga pergi.” Chandra berjalan lebih dulu diikuti Diyo yang selangkah di belakangnya.

Setelah lima belas menit menaiki speedboat akhirnya mereka sampai di pesisir pantai Caringin. Diyo bilang dia tidak mau ke Sangiang dengan alasan terlalu mahal dibiaya penyewaan kapal, padahal Chandra tidak meminta uang padanya. Chandra bisa apa selain menurut.

Chandra yang sudah memakai pakaian untuk berenang bersiap masuk ke dalam air.

“Yo, buruan ganti.”

“Nggak ah, lu aja deh.”

“Udah jauh-jauh kesini tapi nggak snorkeling atau diving rugi loh.”

“Nggak mau ah asin.”

“Ya jangan diminum airnya, Yo.”

Diyo bersih kukuh tidak mau masuk ke dalam air, Chandra akhirnya menggendong Diyo di pundaknya lalu saat semakin ke tengah dia menjatuhkan Diyo ke dalam air begitu saja hingga membuat lelaki mungil itu berteriak karena badannya basah kuyup terkena air laut.

“CHANDRA ANJINGGGGGG!!!!”

Chandra menertawakan reaksi Diyo, lelaki mungil itu terlihat sangat marah dan siap berlari mengejar Chandra yang sudah mulai menepi.

Kena.

Diyo berhasil membuat Chandra tersungkur di atas pasir pantai dengan satu tendangan pada betis Chandra, lalu ia mulai memukulinya.

“Ampun Yo, ampun. Sakit anjir.” Akhirnya Diyo berhenti.

“Baju lu udah basa juga Yo, ayo kita snorkeling bareng.”

“Gue nggak bawa baju ganti goblok, masuk angin ntar gue.”

“Gue bawa baju ganti lebih.”

Diyo merotasikan bola matanya mendengar pertanyaan Chandra. “Ya udah ayo kita snorkeling, tapi lo jangan jauh-jauh dari gue.”

“Takut lu?”

“Laut itu luas Chan, kita nggak tau ada makhluk apa aja di dalamnya. Bisa aja kan tiba-tiba ada hiu gede lewat atau mermet lagi hajatan.”

“Ngaco lu, kalo ada mermet lagi hajatan ya mayan, kita bisa numpang makan.” Chandra memegang tangan tangan Diyo dan semakin berjalan ke tengah laut hingga setengah badan ke bawah mereka sudah tak terlihat karena tertutup air laut.

“Yuk masuk.” Ajak Chandra dan di angguki oleh Diyo.

Laut memang terlihat menyeramkan tapi juga indah di waktu yang bersamaan. Banyak kegiatan menyenangkan yang bisa dilakukan baik di atas mau di bawah peraiarannya.

Di dalam sana Diyo bisa melihat berbagai macam makhluk laut yang memanjakan mata, aneka ragam terumbu karang, ikan berwarna warni, ia juga sempat melihat bintang laut dan juga gemerlap plankton bagai kilauan permata seperti penjelasan Chandra sebelumnya dan benar kata Chandra, dia akan menyesal kalau tidak mau snorkeling seperti saat ini.

Diyo naik ke permukaan lebih dulu tak lama di susul oleh Chandra yang naik ke permukaan juga.

“Chan, tadi gue liat ada Plankton, Patrick, sama Mr. Crab, tapi Spongebob sama Squidward nggak ada.”

Chandra tertawa mendengar omongan asal Diyo yang terlihat sangat menggemaskan di matanya.

“Coba kita nyelem lebih jauh siapa tau ntar ketemu Spongebob sama Squidward atau ketemu mermet yang lagi hajatan.”

Kali ini giliran Diyo yang menertawakan omong kosong Chandra yang tak masuk akal.

Seseorang pernah berkata buatlah seseorang yang kamu cintai selalu tertawa saat bersamamu, agar nanti dia bisa mencintaimu. Tapi kenapa, setiap Diyo tertawa, justru Chandra yang semakin jatuh cinta. Perpaduan awan putih yang menggantung di antara birunya langit dan laut, suara angin yang menenangkan dan suara tawa lepas Diyo, hidden gem yang tidak diketahui banyak orang. Chandra beruntung karena menjadi satu-satunya orang yang bisa menikmati pemandangan seindah ini.

Setelah puas melihat-lihat keindahan bawah laut mereka memutuskan beristirahat, duduk di tepian pantai dengan pemandangan laut lepas yang menyejukkan mata.

“Chan.”

“Hm?”

“Kasian ya ombak dan pantai.”

Chandra mengernyitkan keningnya, menoleh ke arah Diyo yang masih menatap lurus laut yang ada di depannya.

“Ombak dan pantai itu satu kesatuan yang tidak bisa bersatu. Ombak hanya akan mengunjungi pantai sesaat tapi tidak bisa menetap, saling meninggalkan meski nanti akan kembali. Tak ada yang rela saling melepaskan walau juga tak ada yang mau terikat.”

“Anjirrrr gue kenapa sih. Udah ayok pulang ntar kelamaan liat laut gue jadi makin aneh.”

“Oke kita ganti baju dulu.”

Chandra mengendarai speedboatnya lebih santai daripada saat berangkat tadi. Diyo juga lebih pendiam daripada biasanya, mungkin terlalu banyak bermain air membuat mereka berdua kehilangan banyak energi.

Diyo kaget karena speadboat yang mereka naiki tiba-tiba berhenti.

“Kenapa Chan? Bahan bakarnya abis?”

“Nggak.” Chandra memutar tubuhnya, kini ia berhadapan dengan Diyo yang juga menghadapnya.

“Layaknya ombak dan pantai, layaknya burung camar dan lautan. Kita adalah pasangan yang membingungkan, menyangkali hubungan ini ada tapi mengakui bahwa kita saling memerlukan. Setiap makhluk memiliki masa, waktu tidak membuat ombak hilang dari pandangan mata tapi kita?”

“Anjirrr Chandra lu kenapa? Please lah gue takut, lu nggak lagi kesurupan atau kesambet kan?”

“Ya elah udah romantis-romantis bikin puisi malah dikira kesambet.”

“Hah?” Diyo bingung, ia tak mengerti kemana arah pembicaraan Chandra.

“Harusnya gue pake bahasa sinar ultafeng biar lu ngerti.” Ucap Chandra frustasi.

“Apasih?” Tanya Diyo yang semakin tidak mengerti.

“Hubungan ombak dan pantai itu sama kayak hubungan kita, nggak jelas. Jadi biar jelas, lo mau nggak gue pacarin?”

Diyo menempelkan punggung tangannya pada kening Chandra. “Nggak panas.”

“Diyo, serius. Lu mau nggak gue pacarin?”

Diyo mengerjapkan matanya, kaget dan tidak menyangka akan pernyataan yang diberikan Chandra baru saja.

“Lu mau nggak? Kalo nggak mau gue jeburin ke laut terus gue tinggal.”

“Anjirrr jahat banget lu. Lu ngajakin pacaran kayak ngajak beli cilok.”

“Jadi?” Tanya Chandra lagi.

Tatapan mereka bertemu dan lagi-lagi, seperti ada magnet pada tubuh keduanya dan seperti ada sihir yang menyelimuti mereka, Chandra tertarik (lagi) pada ranum bibir Diyo.

Diyo menggigit bibir bawah, ia ingin menyangkali perasaan yang ada, tapi tak bisa. Tatapan matanya turun dari mata Chandra menuju bibir lelaki itu, Chandra tahu, ini tandanya Diyo setuju dengan ajakannya berpacaran dan kini Diyo mengajaknya untuk berciuman.

Chandra menarik tangan kanan lelaki manis yang sudah bisa ia claim sebagai miliknya, Chandra lalu memiringkan kepalanya dan memegang tengkuk Diyo, hari ini, disaksikan birunya laut dan langit berwarna jingga, Chandra dan Diyo resmi menjadi sepasang kekasih dan berciuman lagi.

Diyo sudah tiduran di atas kasur sambil memainkan ponselnya. Tak lama Chandra juga masuk ke kamar lalu menutup pintu dan mengunci kamar mereka.

“Yo, lagi ngapain?” Tanya sang ketua organisasi

Diyo menjawab tanpa mengalihkan pandangannya, “scroll hp doang.”

“Ciuman mau nggak?”

Mendengar pertanyaan Chandra membuat Diyo mengernyitkan keningnya.

“Mabok lu?”

“Nggak, typsi doang.” Chandra mendekatkan wajahnya sampai kedepan wajah Diyo. “gue cium boleh?”

Diyo bingung harus memberi Chandra jawaban apa karena disatu sisi dia yakin kalau dia tidak mungkin penyuka sesama jenis, tapi disisi yang lain dia ingin bibir Chandra menjamah bibirnya lagi seperti waktu itu. Ditambah bayang-bayang kejadian tadi siang yang membuatnya menginginkan hal lebih dari Chandra. Diyo mengangguk dan Chandra menganggap itu sebagai persetujuan.

Chandra menempelkan bibirnya pada belahan bibir Diyo. Setiap kali mendaratkan bibirnya di sana, Chandra selalu terbayang mochi strawberry yang sering dimakannya dulu, manis dan kenyal.

Diyo membuka matanya lebar. Tak percaya dengan apa yang sedang Chandra lakukan padanya, dimana saat ini Chandra sedang mengecup bibirnya bahkan sedang berusaha menggerakkan bibirnya untuk meraup bibir Diyo lebih jauh lagi Chandra menahan wajah Diyo dengan kedua tangannya, sedangkan Diyo mulai menutup mata, melingkari leher Chandra dengan lengannya. Menikmati ciuman yang diberikan Chandra untuknya.

Hisap. Jilat. Kecup.

Chandra sangat pelan dan berhati-hati dalam menciumnya hingga Diyo bisa merasakan cinta lelaki itu lewat lumatan, hisapan dan kecupan pada permukaan bibirnya yang masih tertutup rapat. Diyo suka perlakuan Chandra saat ini yang mana sangat lembut dan penuh cinta hingga membuatnya merasa sangat dicintai.

Tangan Chandra mulai menelusup masuk kedalam kaos oversize yang digunakan Diyo. Mengambil peran dengan mengusap permukaan tangan pada kulit telanjang Diyo.

Tubuh Diyo memberikan respon yang cukup menjanjikan terhadap rangsangan yang diberikan oleh Chandra. Lelaki itu mulai mengarahkan lidah bagian dalam miliknya yang bertekstur lembut ke bibir Diyo. Menggesekkan bagian bawah lidah ke kiri dan ke kanan, melumurkan saliva dibibir Diyo hingga membuat lelaki mungil yang berada di pangkuannya merasa geli. Namun Diyo masih enggan untuk membuka bibirnya, ia ingin melihat sehebat apa permainan lidah Chandra. Ia tidak akan membiarkan Chandra dengan mudah masuk ke dalam rongga mulutnya seperti kali pertama mereka berciuman.

Bagi Chandra, ia ingin Diyo menikmati permainan darinya. Seiring menggesekkan bibir ke kiri dan ke kanan, telapak tangan Chandra membelai dada atas Diyo dengan lembut. Sengaja mengusap puting dada Diyo saat tangannya perlahan-lahan turun menuju bagian perut dan mengusapnya erotis.

Bibir Chandra beralih menghisap bibir Diyo, memasukkan permukaan bibir lelaki mungil itu masuk sepenuhnya ke dalam bibir Chandra, lalu menghisapnya dengan sangat keras. Sambil menghisap, Chandra juga memainkan bibir Diyo menggunakan ujung lidahnya ke atas dan ke bawah. Menggoda bibir Diyo sekaligus memberi kenikmatan lebih.

Tangan Chandra kembali naik ke dada bagian atas Diyo. Ia memilin puting dada kiri Diyo mengakibatkan si empunya terjekut dan tak sengaja membuka mulutnya. Momentum tersebut tak dilewatkan oleh Chandra dengan gesit ia memasukkan lidahnya ke dalam mulut Diyo yang terasa hangat dan basah, langsung menggerakkan lidahnya mengusap rongga bagian atas mulut Diyo yang bertekstur tidak rata namun lembut disaat bersamaan.

“Mmhh! Nnhh! Nggh!”

Desahan keduanya terdengar, membaur menjadi satu menikmati sensasi yang tercipta saat lidah Chandra membelai rongga bagian atas mulut Diyo yang menghasilkan desiran aneh yang menggelora di tubuh keduanya. Chandra menginginkan Diyo lebih lagi, begitupun dengan Diyo yang menginginkan Chandra bertindak lebih jauh lagi padanya.

Kenikmatan dari mulut Diyo membuat Chandra melakukan lebih banyak permainan lidah, menciptakan gerakan-gerakan baru dari lidahnya yang kini mulai memenuhi setiap sudut rongga mulut Diyo. Tekan, putar dan tekan kembali. Begitulah yang Chandra lakukan saat menjelajahi rongga sebelah kiri mulut Diyo, rasa lembut dan hangat seketika terasa. Chandra pun tertarik untuk merasakan lagi bagian yang sebelah kanan, membelai deretan gigi Diyo menggunakan ujung lidah dengan hati-hati agar kejadian tempo hari tak terulang lagi, kemudian beralih kembali pada bagian tengah. Bersiap menari dengan lidah Diyo yang telah ia tunggu sejak tadi.

Tak hanya permainan lidah saja, kini kedua tangan Chandra sudah beralih ke bagian belakang Diyo, Chandra mulai aktif meremas pantat Diyo yang padat dan sintal.

“Hahhh.... Ngghhh...!!! Hahhh....”

Ciuman mereka terlepas, tapi tak lama Diyo menarik tengkuk Chandra lagi, menciumnya lebih dalam lagi. Chandra memantapkan pegangannya pada pinggang Diyo, dia bisa merasakan bagian selatan Diyo yang menempel pada pahanya sudah terasa sangat keras. Diyo meletakkan tangannya pada pundak Chandra, mencengkeram kausnya hingga fabrik itu kusut.

“Chanhhhhh— can i—”

“Do it.”

Diyo mulai memaju mundurkan dirinya sendiri, menggesekkan miliknya pada paha Chandra yang masih terbalut celana, begitupun dengan dirinya.

“Nghhh...”

“Nggak usah buru-buru Iyo, gue disini. Pelan-pelan aja.”

Ia mendengar Chandra sehingga memperlambat gerakannya dan mengatur nafasnya yang berantakan.

Chandra mengulum daun telinga Diyo kemudian meniupkan nafas hangat, memberikan afeksi lebih hingga membuat Diyo melenguh keenakan.

“Aaanghhhh— Chan...”

Chandra mengecup pelipis Diyo, menyingkirkan anak rambut yang basah karena keringat.

“Iyo.” Bisiknya, “enak?” Tanya Chandra, yang diangguki oleh Diyo.

Melihat Diyo yang memaju mundurkan dirinya sendiri membuat sesuatu di dalam dirinya ingin dipuaskan juga, tapi sekarang belum saatnya. Kalau Diyo sudah selesai baru dia akan menyelesaikan urusannya sendiri.

Chandra mengusap bibir Diyo yang sedikit membengkak, memasukkan telunjuknya kedalam mulut Diyo yang langsung dihisapnya dengan rakus dengan pandangan sayu yang hampir membuat Chandra hilang kewarasan.

Diyo menggerakkan pinggulnya lebih cepat.

“Hngggghhh chan—hhhh—dra”

Chandra menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan desahannya sendiri dan membantu Diyo untuk segera mendapatkan pelepasannya.

Chandra mengecup lehernya, menghisapnya ringan tanpa meninggalkan bekas. Meremas pinggulnya untuk menambah afeksi lebih lagi bagi Diyo.

“Ng-AHHH.. ” tidak berapa lama kepalanya menengadah dan tubuhnya mengejang beberapa kali, Diyo melenguh panjang mencapai puncaknya. Chandra menunggunya turun dari euphoria yang ia ciptakan sendiri lalu mengecup bibirnya sekali saat pria itu kembali ke bumi.

“Capek?” Diyo langsung memeluk Chandra dan menyembunyikan wajah di lehernya.

“Kenapa?”

“Malu..”

Chandra tertawa kecil, “nggak usah malu.”

Akhirnya Diyo mengangkat kepalanya, namun matanya tertuju pada selangkangan Chandra yang ikut menggembung.

“Mau di bantu?” Tawarnya.

Chandra menggeleng, “nggak usah Yo, nanti gue beresin sendiri.”

Diyo turun dari pangkuan Chandra lalu tangannya melepas celananya sendiri sampai memperlihatkan paha putih dan mulus yang hanya tertutup kaos oversize sedikit. Membuat Chandra ingin memberi tanda disana.

“Pake paha gue Chan.”

Chandra tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Diyo menarik lengannya untuk berdiri, ia membelakangi Chandra dan menumpukan tangannya pada dinding.

Meneguk ludahnya kasar, Chandra mulai mengangkat kaos Diyo dan memperlihatkan dua bongkahan kenyal yang tadi sempat di remasnya. Chandra ingin menyapanya lagi, dengan hati-hati ia meremas pantat kiri Diyo.

Chandra mulai menurunkan celana pendek dan celana dalamnya, ia mengurut miliknya sebentar lalu memasukkan di sela-sela paha Diyo.

“Yo, gue—”

“Gapapa Chan, gerak aja.”

Chandra langsung menggerakkan pinggulnya sekali, dua kali barulah saat yang ketiga kalinya dia bisa bergerak dengan nyaman. Menggerakkan pinggulnya maju mundur lewat celah sempit kedua paha Diyo yang dirapatkan. Dekat dengan lubang belakangnya, hingga Chandra bisa membayangkan kalau sekarang ia sedang menyetubuhi Diyo.

Desahan Chandra berada di kuping sebelah kiri Diyo persis, kini Chandra mengangkat baju Diyo sampai ke atas lalu menarik pinggulnya supaya semakin menonjol kebelakang.

Chandra mengeluarkan precumnya hingga membuat gerakannya semakin licin, Chandra menengadahkan kepalanya keatas merasa nikmat walau hanya dijepit oleh paha Diyo.

Diyo menolehkan wajahnya ke belakang, Chandra yang kacau seperti saat ini terlihat lebih seksi dan berbeda dari Chandra yang biasanya ia lihat. Chandra tidak menyia-nyiakan kesempatan, ia kembali menyambar bibir Diyo untuk diajaknya berciuman lagi.

Bunyi pertemuan kulit dan cipakan bibir keduanya memenuhi kamar, mereka tidak peduli apakah di bawah ada Sagara atau yang lain yang mungkin mendengarnya. Setelah beberapa kali dorongan, Chandra mulai mengeluarkan spermanya dan mengotori paha Diyo juga lantai.

Chandra yakin setelah ini, semua ekspresi dan suara Diyo tidak akan hilang dari kepalanya.

⚠️ tags: slight 🔞 ⚠️

Begitu melihat Diyo tersungkur, Chandra langsung berlari mendekat. Melihat kondisi laki-laki mungil yang semakin hari semakin mencuri perhatiannya.

Diyo langsung meringis kesakitan saat Chandra menyentuh pergelangan kakinya, hal tersebut tentu saja membuat teman-temannya panik karena takut terjadi apa-apa, tujuan mereka kesini untuk bersenang-senang bukan untuk mencari penyakit.

“Sakit banget?”

“Nggak terlalu sih.”

“Bisa berdiri?”

Diyo mencoba berdiri, tapi justru sebuah rintihan kesakitan yang keluar dari mulutnya.

“Aw... Ahhh.”

Tanpa ba-bi-bu Chandra langsung menggendong Diyo ala bridal style, masa bodoh dengan apa yang orang lain pikirkan dia tidak perduli.

“Kalian lanjut main aja.” Ucap Chandra pada teman-temannya yang mungkin kaget dengan apa yang baru saja mereka lihat.

Sagara mengikuti Chandra yang menggendong kakaknya dari belakang.

“Lu ngapain sih gendong gue kayak gini? Malu-maluin aja.”

“Ditolongin bukannya makasih malah ngatain lu.” Itu Sagara yang menjawab.

“Nggak apa-apa Ga, kakak lu emang begitu.”

“Bener bang, kasar emang dia mah.”

Kalau tidak ingat rasa nyeri pada pergelangan kakinya, Diyo sudah turun dari gendongan Chandra untuk mentakol adiknya.

Chandra berbisik pada Diyo. “Kalo lu malu, sembunyiin aja muka lu di leher gue.” Yang dijawab oleh Diyo lewat bisikan lagi. “Itu sih mau lu.”

Suara tawa Chandra membuat Sagara bingung, juga penasaran dengan apa yang baru saja mereka bisikan. Ia ingin bertanya tapi sungkan, akhirnya memilih untuk diam.

“Lu, nggak papa gue tinggal sendirian di kamar?” Tanya Chandra setelah meletakkan Diyo di kasur.

“Nggak, apa-apa kali, gue udah gede.”

Dengan entengnya Chandra bertanya. “Apanya yang gede?” Yang langsung mendapatkan delikan horor dari Diyo, tapi dibalas tawa oleh si lelaki jangkung.

Sedangkan Sagara dia menyesal sudah mengikuti dua makhluk ini ke kamar. Walaupun kakak dan Abang baru favoritnya tidak mengatakan apapun ia bisa merasakan kalau ada sesuatu yang lebih diantara mereka, tapi ia tidak mau ikut campur urusan pribadi kakaknya karena ia yakin kakaknya sudah tahu mana yang salah dan mana yang benar.

“Ya udah kalo lu nggak apa-apa gue turun lagi kebawah, kalo ada apa-apa chat gue aja langsung.”

“Hush hush hush sana lu pergi, lu juga Chan.” Usir Diyo pada dua makhluk tiang yang ada di kamarnya.

“Ga, lu turun duluan aja. Gue mau ganti baju dulu, so'alnya tadi Catur ngajak selancar bareng.”

“Oke bang.”

Setelah Sagara keluar, Diyo langsung merebahkan dirinya sambil bermain ponsel menghiraukan Chandra yang sedang membongkar tasnya mencari baju renang yang akan dipakai untuk berselancar dengan Catur.

“Iyo.”

“Kenapa?” Jawab Diyo tanpa melirik kearah Chandra sama sekali.

“Bantu olesin Sunscreen di punggung gue dong.”

Diyo mengernyitkan dahinya bingung, ia tidak pernah tahu ada orang yang mengoleskan sunscreen sampai ke punggung. Saat ia mengalihkan pandangan ke Chandra, Diyo terkejut karena langsung di hadapkan pada punggung lebar dan tegap Chandra yang sudah duduk diatas kasur.

“Lu pake sunscreen sampe punggung?” Tanya Diyo bingung.

“Biar punggung gue nggak belang.”

Diyo mengambil Sunscreen milik Chandra, menaruh isinya ke telapak tangan lalu mengoleskan ke punggung atas Chandra.

“Terus kalo nggak ada orang gimana caranya lu make sunscreen sampe ke punggung?” tangan Diyo menarik kedua bahu Chandra agar badan lelaki itu tegap, bukan hanya punggung, Diyo bahkan mengoleskannya di bahu dan leher.

“Biasanya kalo nggak ada orang ya sekenanya tangan gue aja sih Yo. Dan berhubung disini ada lu yang lagi nganggur ya apa salahnya kan minta tolong sama lu.” tangan Diyo yang tadinya sedikit memijat entah disengaja atau tidak berubah menepuk-nepuk punggung atas Chandra dengan cukup keras.

“Anjir sakit.”

“Biar meresap sampe ke sumsum tulang belakang.”

Acara tepuk menepuk itu tidak lama dan berganti ke usapan-usapan lembut seperti semula. Saat tangan Diyo mulai turun ke pinggul Chandra, sang empunya menggigit bibirnya, “ah— geli, Yo.”

“Apaan sih anjir, baru juga gue pegang.” Diyo mulai mengoleskan dan sedikit memijat agar sunscreen menyerap dengan sempurna.

Diyo melempar botol sunscreen ke Chandra, “udah.”

“Dadanya juga dong sekalian, Yo.”

“Kedua tangan lu masih sempurna ya Chan, nggak usah ngadi-ngadi. Pake sendiri.”

“Kalo bantuin tuh jangan setengah-setengah Yo, lagian tangan lu kan udah kena sunscreen ini.”

“Nggak sekalian muka lu juga?”

“Boleh “

“Bangsat.”

Diyo kembali mengambil botol sunscreen yang tadi sempat dilemparnya, walaupun dengan muka cemberut, sedangkan Chandra tersenyum karena ia menang. Ia mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Diyo.

Pertama-tama, Diyo mulai mengoleskan di dahi, turun ke hidung, pipi, dagu dan leher.

“Merem.”

“Nggak mau, kapan lagi liat lu sedekat ini.”

Sial. Bisa-bisanya Diyo salah tingkah dengan kalimat menjijikn Chandra.

Setelah selesai dengan wajah, Diyo mulai mengoleskan sunscreen di kedua tangan Chandra, saat memegang lengan atas Chandra ia meneguk ludah kasar, diyo dapat merasakan betapa kerasnya otot-otot yang Chandra yang miliki. Dia juga laki-laki tapi bentuk tangannya jelas jauh berbeda dengan Chandra yang otot-otot lengannya terlihat sangat jelas. Ditambah dengan tatto yang kata Chandra sih bukan permanen tapi tetap saja berdamage parah.

Kini beralih ke bagian dada. Saat tangan Diyo berada di dada Chandra, ia bisa merasakan betapa bidangnya dada sang ketua UMM. Ia meneguk ludahnya kasar, badannya merasakan hawa panas secara tiba-tiba.

“Majuan dikit.”

Chandra menurut.

Tangan Diyo semakin turun kebawah dan ia baru sadar kalau Chandra memakai celana dibawah pinggul hingga pelvisnya terlihat, ternyata dari bawah pusar sampai bawah milik Chandra ada garis kecoklatan yang membuat Diyo tidak bisa berhenti untuk melihat. Dan tubuhnya semakin merasakan hawa panas.

“Ngeliat apa lu?”

“Nggak liat apa-apa.”

Chandra tersenyum miring tanpa sepengetahuan Diyo. Rencananya berhasil, ia memang sengaja melakukan ini semua. Ia ingin memastikan apakah Diyo tertarik pada laki-laki seperti perkiraannya atau tidak. Dan setelah melihat reaksi Diyo yang mau-mau saja disuruh ini itu olehnya, reaksi Diyo yang salah tingkah dan malu-malu, Chandra yakin kalau Diyo tidak masalah dengan hubungan sesama pria.

“Badan lo bagus Chan, padet banget.” Ucap Diyo dengan sedikit menekan Dada Chandra. Menyentuh satu persatu kotak-kotak yang ada di perut Chandra membuatnya semakin merasakan gelenyar aneh yang mengalir di tubuhnya.

“Iyalah gue kan rajin olahraga nggak kayak badan Lo yang....” Chandra menganggntunkan perkataannya

“Yang apa? Lemak semua???”

“Nah tau.” Diyo meremas dada Chandra tiba-tiba.

“Body shaming lo.”

Walaupun kesal Diyo tetap melanjutkan kegiatannya.

“Udah nih tinggal bagian kaki. Anjir gue kayak tukang urut.”

“Jadi tukang urut pribadi gue mau? Tapi urut yang lain.”

Melihat Chandra menyunggingkan senyum membuat Diyo mengerti apa yang dimaksud oleh lelaki itu, tapi Diyo lebih memilih untuk mengabaikan nya.

“Munduran, terus lurusin kaki lo.”

Dan pemandangan yang tidak terduga terlihat olehnya, ia bisa melihat ada yang menyembul dari balik celana renang yang dikenakan Chandra. Entah disadarinya atau tidak tapi dalam pikiran Diyo saat ini ia berpikir kalau milik Chandra pasti besar.

“Yo, ngapain lu turun? Bukannya kaki lu sakit?” Tanya Khalil pada Diyo yang berjalan menuruni tangga perlahan.

“Haus gue, di kamar nggak ada minum dan cuklma nyeri doang, Chandra aja yang berlebihan tadi.” Jawab Diyo yang sedang mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin.

“Yo, lu bisa masak kan?”

Diyo meneguk minumannya terlebih dahulu barulah menjawab “bisa, kenapa?”

“Anak-anak yang lain kan lagi pada mandi, terus ada yang masih main juga, kita siapin bahan buat BBQ ntar malem sama bikin makanan buat ngeganjel perut buat sementara gitu.”

“Boleh Khal, lu mau bikin apa?”

“Seblak ramen nyemek, oke nggak?”

“Tapi Chandra nggak suka pedes, adek gue juga.”

“Ya kita bikin nya yang nggak pedes.”

“Oke, kuy eksekusi.”

Diyo dan Khalil mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan mereka gunakan tapi sebelum itu Khalil mengajaknya untuk berfoto terlebih-lebih dahulu, namanya anak jaman sekarang apa-apa harus foto terlebih dahulu. Barulah setelah itu mulai memasak dan dibantu beberapa teman lainnya yang sudah selesai mandi.

“Yo, ngapain lu turun? Bukannya kaki lu sakit?” Tanya Khalil pada Diyo yang berjalan menuruni tangga perlahan.

“Haus gue di kamar nggak ada minum dan cuka nyeri doang, Chandra aja yang berlebihan tadi.” Jawab Diyo yang sedang mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin.

“Yo, lu bisa masak kan?”

Diyo meneguk minumannya terlebih dahulu barulah menjawab “bisa, kenapa?”

“Anak-anak yang lain kan lagi pada mandi, terus ada yang masih main juga, kita siapin bahan buat BBQ ntar malem sama bikin makanan buat ngeganjel perut buat sementara gitu.”

“Boleh Khal, lu mau bikin apa?”

“Seblak ramen nyemek oke nggak?”

“Tapi Chandra nggak suka pedes adek gue juga.”

“Ya kita bikin nya yang nggak pedes.”

“Oke, kuy eksekusi.”

Diyo dan Khalil mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan mereka gunakan tapi sebelum itu Khalil mengajaknya untuk berfoto terlebih-lebih dahulu, namanya anak jaman sekarang apa-apa harus foto terlebih dahulu. Barulah setelah itu mulai memasak dan dibantu beberapa teman lainnya yang sudah selesai mandi.

Sekarang pukul 06.30 pagi, Diyo, Bayu dan Sagara sudah bersiap menuju kampus karena mereka akan berkumpul disana sebelum pergi bersama.

“Lu berdua kenapa duduk di belakang semua? Lu kira gue supir lu pada apa?” Kesal Diyo pada dua makhluk yang masih bermuka bantal dan tentu saja tidak mendengarkan apa yang dia ucapkan barusan.

“Yang ngajak gue ikut siapa?”

“Gue.”

“Ini mobil siapa?”

“Gue.”

“Jadi yang harus nyetir siapa?”

“Gue.”

“Sagara bangsat!!!!!”

Kalau so'al bersilat lidah Sagara memang jagonya, sampai kapanpun sepertinya Diyo tidak akan pernah menang dari sang adik.

“Kalo lu capek ntar gantian gue yang nyetir.” Ucap Bayu, yang akhirnya menengahi perdebatan tidak penting diantara dua kakak beradik yang terlihat masih tidak ada yang mau mengalah.

Karena tidak mau berdebat lagi, akhirnya Diyo mengiyakan dan segera mengemudikan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah.

Chandra tiba di kampus pukul 06.50 dengan Mahesa, kemarin malam lelaki itu menghubunginya, mengatakan ingin pergi bersama dan langsung di iyakan oleh Chandra.

Mahesa memasukan barang-barang miliknya dan Chandra kedalam bagasi mobil Juna yang disana juga ada Ray. Khalil dan Catur melakukan hal yang sama juga.

Diyo sampai di kampus pukul 07.00 tepat. Sebelum berangkat mereka semua berkumpul.

“Lohhhh abang greb langganan lu ternyata kuliah di kampus ini juga?”

Pertanyaan dari Sagara sontak membuat semua kepala yang ada disana kebingungan kecuali Diyo yang sudah tahu 'abang greb' yang dimaksud oleh Sagara itu siapa.

“Oh iya ini adek gue, namanya Sagara. Aga kasih salam ke temen-temen gue.” Yang di jawab oleh kebisuan, Sagara memang seperti itu, agak susah untuk berbaur dengan orang baru dan malah sibuk memperhatikan Chandra dari atas ke bawah.

“Adek lu cakep banget, Yo.” Ucap Juna.

“Eh tapi yang di maksud abang greb siapa? Emang disini ada yang ngegreb?” Tanya Khalil.

“Itu.” Tunjuk Sagara pada Chandra, dan terdengarlah suara tawa canggung dari Diyo yang berusaha mengalihkan bahasan yang sedang mereka bicarakan.

“Udah jam 7 lebih nih, Chan ayo pimpin biar bisa langsung berangkat.” Yang untungnya langsung di iyakan oleh Chandra.

“Guys. Perjalanan yang akan kita tempuh jaraknya lumayan, jadi gue minta sama kalian handphone nya jangan di silent. Kalau capek minggir aja dulu atau gantian sama yang lain dan kalau ada apa-apa langsung chat aja ke grup biar yang lain tahu.”

Semuanya mengangguk paham.

“Oke kalau gitu berdo'a sesuai kepercayaan masing-masing, berdo'a dimulai.”

Selesai berdo'a mereka semua bersiap untuk berangkat. Diyo langsung duduk di kursi kemudi nya, disusul Sagara yang sekarang duduk disampingnya dan Bayu di kursi belakang.

“Ada apa?” Tanya Diyo pada lelaki yang baru saja mengetuk pintu mobilnya.

“Nyetirnya hati-hati, jangan ngebut. Kalo capek minta Bayu buat gantian.” Ucap Chandra lembut dan diakhiri dengan sebuah usapan di puncak kepala Diyo sebelum lelaki itu menaiki sepeda motornya.

“Jadi abang greb itu ketua organisasi yang lu ikutin? Dan sebenernya dia bukan abang greb?” Tanya Sagara entah untuk yang keberapa kalinya, Diyo sudah malas menjawab.

“Ya kan tadi kakak lu udah bilang Ga, kalo Chandra bukan abang greb dan kebetulan doang nganterin kakak lu sampe dua kali.”

“Tapi lu liat nggak tadi, caranya natap kakak gue tuh beda dan kayak perhatian banget.”

“Chandra emang baik ke semua orang kok.”

“Dan sekarang lu liat dia ngintilin kita mulu.”

Diyo juga menyadari kalau Chandra selalu ada dibelakang mobilnya semenjak mereka pergi, bahkan saat di lampu merah Bayu menyuruh Chandra untuk duluan saja tapi lelaki itu tidak menurutinya.

“Bisa mampir ke pom bensin atau Alfa, indo gitu nggak? Gue kebelet pipis.”

“Gue bilang juga apa, lu jangan kebanyakan minum beser kan jadinya.” Kesal Diyo entah untuk yang keberapa kalinya di pagi ini.

Saat ingin pergi meninggalkan area parkir Alfamart, Diyo tidak sengaja menabrak salah satu mobil yang ada disana dan membuat sedikit keributan. Untungnya Chandra ada disana dan bisa menyelesaikan masalah dengan cepat dan lelaki itu memaksa untuk menyetir menggantikan Diyo, sedangkan motornya sendiri di kemudikan oleh Mahesa.

Chandra membuka satu botol air mineral dan memberikannya pada Diyo yang terlihat sedikit shock.

“Minum dulu.”

“Thanks.” Ucap Diyo, lalu meneguk minumannya. Setelah itu barulah Chandra menjalankan mobil dan mengikuti yang lain.

“Yu, lu ngasih kabar ke grup kan?”

“Udah kok Chan.”

“Oh oke.”

“Bang lu suka Nezuko?” Tanya Sagara out of nowhere membuat Chandra menaikkan salah satu alisnya.

“Gue liat ganci yang ada di tas lu, hehe.” Sambung Sagara.

“Ah... Iya gue emang suka Nezuko, ngoleksi action figure sih tepatnya.”

“Nezuko yang dibawah selimut kayak sushi itu lu udah punya bang?” Tanya Sagara lebih antusias dari sebelumnya. Sementara Bayu dan Diyo hanya diam.

“Yang mini itu kan? Ada.”

“Yang duduk nyilang pahanya keliatan itu ada nggak bang?”

“Ada, Groot yang ada bom nya juga ada.”

Sagara menganga dengan kedua mata terbuka lebar-lebar, dia kaget dengan apa yang di dengarnya barusan.

“Bang, Groot yang itu kan limited edition cuma di produksi sebanyak tiga ribu pieces doang.”

“Anggep aja gue beruntung karena pas gue beli di toko itu cuma tinggal satu-satunya.”

“Dapet nomor berapa bang?”

“612.”

“Dih nomernya jelek.” Chandra tertawa.

Perjalanan menuju Anyer tidak terasa karena dipenuhi oleh obrolan Sagara dan Chandra tentang berbagai macam action figure yang sesekali Bayu juga ikut menimpali sementara Diyo sibuk dengan pikirannya tentang sikap Chandra, bagaimana kalau Chandra ternyata benar-benar menyukainya?

Begitu mereka sampai teman-teman lain yang sudah sampai lebih dulu menunggu mereka dan menanyakan apakah semuanya baik-baik saja atau tidak.

“Semuanya baik-baik aja kok, cuma agak penyok aja bagian belakang.” Jawab Diyo santai.

Sementara Chandra sudah turun terlebih dahulu dan menurunkan barang-barang mereka dari bagasi ke dalam cottage yang di tunjukkan Juna.